AutonetMagz.com – Mengawali awal tahun 2020, PT Eurokars Motor Indonesia (EMI) selaku APM Mazda di Indonesia telah meluncurkan varian terbaru dari kendaraan generasi ketujuhnya, yaitu Mazda CX-30 selaku versi SUV dari Mazda 3. Mobil ini mendapatkan sambutan yang sangat baik di pasar Indonesia. Dan di kesempatan kali ini, tim Redaksi AutonetMagz bersama tim Mazda Indonesia berpartisipasi di acara Media Drive 2020 bersama The New CX-30 menuju Ranca Bali Glamping Lakeside di Ciwidey, Bandung. Bagaimana pengalamannya? stay tuned di artikel ini!
Hari 1 : Libas Perkotaan & Tol
Perjalanan media drive kali ini dimulai dari dealer Eurokars Mazda di daerah Simprug dengan partisipan sebanyak 10 media yang mengendarai 5 mobil Mazda CX-30 terbaru dalam berbagai kombinasi warna. Tim AutonetMagz sendiri mendapatkan giliran untuk mengendarai mobil berwarna hitam. Dengan dilepas oleh Head of Marketing and Sales Mazda, Erik Pascanugraha, kami dilepas untuk memulai perjalanan ini. Rute yang ditempuh dimulai dari Simprug menuju ke arah Semanggi untuk masuk ke tol dalam kota sambil melewati jalan Sinabung dan Pakubuwono.
Di tengah kepadatan jalan di simpang Semanggi, terasa sekali bahwa dimensi CX-30 sebesar hampir 4.4 meter tidaklah menyulitkan untuk diajak bermanuver di tengah kemacetan. Setelah itu masuklah kami ke tol dalam kota, hingga sampailah kita di pintu masuk elevated tol di Cikunir, dimana jujur, kami penasaran performa suspensi dari si CX-30 melewati sambungan – sambungan dan bumpy road dari elevated tol ini. Nah, ternyata setelah menempuh elevated tol dengan kecepatan di sekitar 60 hingga 100 km/jam, bantingan suspensi mobil ini mampu meredam dengan baik jalanan bergelombang dari elevated road ini.
Suspensi dari Mazda CX-30 ini cenderung kaku, tapi dengan stroke yang cukup panjang dan rebound rate yang agak lambat. Pengemudi maupun penumpang di dalam mobil tidak terpental-pental, karena body mobil dapat mengkompensasi guncangan dengan baik. Di lintasan tol menuju Bandung, kami juga mendapat kesempatan untuk mencoba MRCC (Mazda Radar Cruise Control) yang bisa mengatur laju mobil di jalan tol yang konstan dengan 2 parameter yang bisa diatur, yaitu kecepatan yang diinginkan atau jarak terhadap mobil di depan kita. Hasilnya, pengalaman berkendara yang lebih rileks, karena mobil akan menyesuaikan kecepatan atau jarak secara otomatis sesuai dengan setelan yang kita mau.
Hanya saja, untuk fungsi jarak, jika ada mobil menyalip di depan kita, MRCC cenderung akan melakukan emergency brake yang cukup mengagetkan, jadi kembali lagi, tetap waspada dalam menggunakan fitur ini. Perjalanan di hari pertama ini berakhir di Glamping Lakeside Ranca Bali, Ciwidey, Bandung, dimana seluruh peserta dan tim Mazda akan beristirahat untuk melanjutkan perjalanan menuju Jakarta keesokan harinya.
Hari 2 : Nikung Pakai CX-30
Di hari kedua, datang juga kesempatan untuk mengeksplorasi handling si CX-30, karena perjalanan kembali ke Jakarta melewati jalan berkelok-kelok di daerah Ciwidey benar-benar merupakan habitat alami untuk Mazda CX-30. Kami mencoba melibas kelok demi kelok dengan kecepatan yang lumayan tinggi, dan CX-30 tetap dapat megikuti ritme, bahkan kami coba memaksa mobil agar tetap di jalur bagian dalam kelokan, dan mobil ini lebih dari mampu dengan tetap menjaga keseimbangan chassisnya,
Memang teknologi G-Vectoring control+ yang diterapkan di mobil-mobil generasi ke 7 dari Mazda ini ditambah chassis yang kaku dan set-up suspensi yang pas mampu membuat CX-30 terasa lincah dan direct. Pastinya, bagi pengendara yang menikmati mengemudikan sebuah kendaraan, Mazda CX-30 dapat membuat kita tersenyum dengan karakteristiknya. Perjalanan dilanjutkan melewati tol Cipularang dan masuk kembali ke elevated tol menuju ke Jakarta, dimana kita masih dapat mengembangkan kecepatan sampai 100 km/jam dalam kondisi hujan dan mobil masih terasa dalam kontrol kita.
Ditambah kekedapan kabin yang amat baik. karena tetesan air hujan mayoritas terdengar dari bagian kaca saja, sedangkan dari bagian atap, suara hujan teredam dengan amat baik. Tidak terasa akhirnya perjalanan sampai juga ke titik akhir di Djournal House di daerah Senopati yang padat dimana kami sempat melihat konsumsi bahan bakar di layar MID yang menunjukkan average FC sebesar 10.3 L/Km. Untuk ukuran sebuah mesin 2000 cc dan menempuh perjalanan sejauh hampir 400 km, dan tidak ada Eco Driving, capaian ini sangatlah baik. Umumnya mesin 2000 cc hanya dapat mencapai FC sekitar 1:8-1:9 L/km dalam rute kombinasi seperti ini.
Kesimpulan
Jadi setelah mencoba CX-30 sejauh hampir 400 Km, apa kesimpulannya? Sama seperti Mazda 3 yang menjadi basisnya, akomodasi terutama di baris kedua biarpun memiliki head room yang lebih baik, tapi keseluruhannya terasa ‘cukup saja’ ditambah performa mesin 2000 cc nya yang meskipun memiliki efisiensi bahan bakar yang amat baik berkontribusi ke performa akselerasi yang biasa saja.
Namun seperti halnya mobil-mobil generasi ke 7 terbaru dari Mazda, Mazda CX-30 menawarkan paket yang terasa lebih Premium, fitur-fitur kenyamanan dan keselamatan modern tetap disematkan dan berguna di dalam perjalanan jauh, kekedapan kabin yang amat baik untuk kelasnya, ditambah karakter pengendaraan dari mobil sendiri yang ‘Fun‘ dan direct, yang pasti dapat membuat para pengendara enthusiast tersenyum ketika mengendarainya.
AutonetMagz.com – Beberapa bulan lalu saat kami sedang menggarap video Review Nissan Livina, sempat muncul kasak kusuk mengenai sebuah edisi terbatas yang mencatut nama Nismo. Yap, ada kabar bahwa Nissan Livina akan mendapatkan varian Nismo Look. Namun pada akhirnya, nama Nismo tak dipakai, dan Nissan Indonesia menggunakan nama varian ‘Sporty Package’ untuk varian terbatas mereka. Dan kami pun diundang oleh Nissan Datsun Ahmad Yani Surabaya untuk melihat mobil ini lebih dekat.
Sekilas Pandang
Oke, sebagai sebuah varian baru, jelas kita tidak bisa mengharapkan ubahan yang signifikan pada mobil ini. Ingat, ini varian baru, bukan facelift. Jadi, Nissan Livina Sporty Package dibangun dari basis Nissan Livina VE, satu tingkat di bawah VL sebagai varian tertinggi. Oleh karenanya, seluruh fitur dan kelengkapan di varian VE dipastikan ada di mobil ini. Ubahan paling kentara pada Nissan Livina Sporty Package ada pada penggunaan warna merah sebagai ornamen eksteriornya. Jika ditotal, ada 4 part yang diberi sentuhan warna merah di interiornya. Pertama, ada di lip spoiler depan, lalu di ornamen side skirt, dan kemudian ada di ornamen ala diffuser di bumper belakangnya.
Nah, tiga bagian ini diberi sentuhan warna merah, namun kalian harus tahu bahwa warna merah ini bukan cat melainkan sticker. Berbeda dengan tiga bagian itu, spion di Nissan Livina Sporty Package ini menggunakan cat warna merah. Namun, kita semua tahu bahwa Nissan Livina memang memiliki varian berwarna merah, jadi spion ini dicomot dari versi berwarna merah tersebut. Oiya, Nissan Livina Sporty Package hanya ditawarkan dalam opsi warna hitam, dan cuma ada 100 unit saja. Untuk area Surabaya, display dari Nissan Livina Sporty Package hanya ada di cabang Ahmad Yani saja untuk saat ini.
Selain ubahan di ornamen eksterior, ubahan yang diberikan di Nissan Livina Sporty Package ada pada interior. Ada sill plate bertuliskan Livina, dan juga jok kulit baru yang berwarna hitam dan coklat dengan jahitan merah. Oiya, bentuk jok kulitnya sama dengan tipe VL, hanya saja beda warna. FYI, untuk tipe VE standar hanya mendapatkan sarung jok saja. Selain itu, ubahan berikutnya ada di sisi depan tuas transmisi, yaitu munculnya tombol baru di sebelah power outlet. Tombol ini berguna untuk mengoperasikan kamera 360 atau bahasa lainnya around view monitor (AVM). Dengan menekan tombol ini, maka kita bisa melihat citra 360 derajat mobil ini.
Oiya, saat mesin dinyalakan, ada animasi Nissan Livina dan citra 360 secara live di layar head unit-nya yang terbilang lumayan keren. Nah, AVM di mobil ini bukan hanya bertugas untuk memperlihatkan citra gambar secara live saja, namun juga merekam. Yap, AVM di mobil ini juga bertugas sebagai Digital Video Recorder (DVR) alias dashcam yang merekam 4 sudut mobil. Pembeli akan dibekali remote khusus untuk digunakan untuk mengoperasikan sistem perekaman ini. Di dalam head unit sendiri sudah tertanam memori walau belum jelas kapasitasnya. Namun, penggunak bisa menyalin atau memindahkan data via USB yang ada di glovebox. Catatannya, ada 2 kabel USB di glovebox, pastikan yang berkabel putih, karena kabel yang lain berguna untuk file audio di HU.
Layak dibeli?
Nah, dengan segala ubahan tersebut, Nissan Livina Sporty Package dijual di harga 265,4 jutaan Rupiah di Jakarta dan 273 jutaan di Surabaya. Artinya, ada kenaikan harga mencapai 6 juta Rupiah dibandingkan dengan versi VE standar, dan lebih murah 7 juta Rupiah dibandingkan versi VL. Lantas, apakah seluruh ubahan ini terbilang layak untuk ditebus? Itu kembali ke preferensi kalian. Sebagai gambaran, kalau kalian memasang kelengkapan yang sama di versi VE biasa, maka tentu lebih mahal. Sebagai contoh, sill plate dihargai 500 ribuan dengan ongkos pasangnya, lalu kamera 360 di pasar aftermarket juga beragam mulai 4 hingga 9 jutaan tergantung kualitas.
Sedangkan kembaran Livina dahulu menerapkan angka 3 jutaan untuk mendapatkan upgrade jok kulit. Jadi, dengan sejumlah tambahan di Nissan Livina Sporty Package, worth atau tidak tergantung ke preferensi beli kalian dan juga tentunya nominal rekening kalian. Penambahan AVM memang memberikan nilai tambah, bahkan melebihi tipe VL. Hanya saja, kelengkapan lain seperti keyless entry dan interior gelap hanya bisa ditemukan di tipe VL saja. Oiya, perlu dijadikan catatan, unit Nissan Livina Sporty Package ini menggunakan VIN 2019, namun tidak ada perbedaan signifikan dengan unit 2020. Kalau kalian fans die hard dari Nissan, memiliki Nissan Livina Sporty Package sebagai edisi terbatas tentu menjadi salah satu pertimbangan.
Namun, kalau kalian merasa ubahan di Nissan Livina Sporty Package hanya sekedar gimmick, maka tipe lain tentu lebih menarik dipinang. Nah, jadi bagaimana menurut kalian, kawan?
Surabaya, AutonetMagz.com – Beberapa waktu lalu pihak Sokonindo Automobile selaku APM DFSK di Indonesia telah resmi memperkenalkan DFSK Glory i-Auto sebagai SUV terbaru sekaligus flagship mereka di pasar Indonesia. Lantas, bagaimana sosok asli si DFSK Glory i-Auto ini? Apalagi banyak yang menyebutkan mobil ini memiliki banyak poin positif nan menggiurkan bak dalam iklan. Sebagus itu kah? Kali ini kami akan bahas first impression dari DFSK Glory i-Auto.
Kebetulan, sekitar 3 hari pasca DFSK Glory i-Auto diluncurkan secara virtual, kami mendapatkan kesempatan untuk melihat langsung bahkan mencoba unit DFSK Glory i-Auto di Surabaya. Manang Sejahtera Abadi (MSA) selaku diler resmi DFSK di Jawa Timur memberikan kesempatan kepada media lokal untuk bercengkrama lebih dekat dengan SUV ini. Malahan, kami juga diberikan kesempatan untuk mencoba mobil ini melalui jalur Surabaya – Bangkalan Madura via jembatan Suramadu. Dan bagaimana kesan pertama kami terhadap produk ini? Simak paragraf – paragraf di bawah ini.
Eksteriornya Berubah Total
Oke, melihat sosok DFSK Glory i-Auto tentunya tidak bisa dilepaskan dari sosok DFSK Glory 580. Wajar saja, karena pada dasarnya basis DFSK Glory i-Autoadalah Glory 580, namun versi terbaru. Kalau di China, DFSK Glory i-Auto dikenal dengan nama Dongfeng Fengguang 580 Pro, sedangkan DFSK Glory 580 adalah Dongfeng Fengguang 580 pre-facelift. Kalau kalian ingat, DFSK Glory i-Auto yang dipajang di GIIAS 2019 lalu adalah Dongfeng Fengguang 580 facelift. Jadi, DFSK Glory i-Auto bisa dikatakan masih setara dengan versi terbaru dari Fengguang 580 di China sana, nice move.
Pertama, kita bahas dari sisi depan, yaitu fascia-nya. Kalau dibandingkan dengan DFSK Glory 580 yang beraura VW, DFSK Glory i-Auto lebih beraura Mercy. Perhatikan bentuk grille yang diberi nama infinite starlight design. Yap, ini mirip dengan grillediamond milik Mercedes-Benz. Ingat, mirip saja ya, bukan sama. Lampu depannya sudah LED, dan ini benar – benar full LED karena lampu sein bahkan lampu kabutnya juga menggunakan teknologi LED. Oiya, lampu seinnya model sekuensial, ala – ala mobil mevvah. Di bawah logo DFSK juga terdapat kamera, yang mana juga bisa kita temui di spion kanan – kiri, dan belakang.
Dan untuk kamera di spion sendiri penempatannya cukup rapi, tidak ada tonjolan seperti khasnya kamera 360. Spion tersebut juga bisa auto retract saat membuka dan mengunci mobil. Di sisi samping, aura ala Glory 580 sebenarnya masih kuat. Hanya saja bisa teralihkan dengan velg 18 inci berwarna gunmetal dan kaliper berwarna merah, tapi bukan Brembo ya. Keempat rodanya sudah dibekali rem cakram, dan ada lampu sein di spion serta lis krom di jendela. Di atapnya juga ada roof rail dan antena model sirip hiu. Di sisi belakang, shapehousing lampu belakangnya masih sekilas mirip dengan Glory 580, namun detailnya berubah jauh.
DFSK Glory i-Auto menggunakan perpaduan lampu LED berbentuk T dan lampu sein sekuensial serta lampu mundur LED. Di bumper belakangnya juga ada lampu tambahan yang berguna sebagai lampu darurat saat pintu bagasi terbuka, dan bagian ini masih bohlam biasa. Oiya, ada satu detail yang kami kurang sukai di buritannya, yaitu knalpot palsu. Dan bagian ini cukup totalitas dalam berkamuflase, karena di sisi dalam ada lubang bulat bak knalpot, tapi itu bukan knalpot. Ada sensor parkir 4 titik, kamera parkir, lis krom yang minimalis, dan rear spoiler yang juga simpel. Buritannya jadi jauh lebih cantik dibandingkan 580.
Interior Lebih Modern
Masuk ke dalam interiornya, kita tidak akan menemukan nuansa ala GLory 580 di dalam kabinnya. DFSK Glory i-Auto menggunakan kombinasi interior baru yang jujur saja sangat terinspirasi dari BMW. Lihat saja penempatan head unit model floating-nya, kisi AC-nya, hingga controller HU yang berbentuk ala i-Drive. Sayangnya, panel isntrumennya masih belum full TFT dan berukuran besar seperti rivalnya. Setir berlapis kulit, dan sudah ada banyak tombol untuk mengatur audio serta i-talk-nya. Cruise Control juga ada di mobil ini. Setirnya juga sudah berbentuk flat bottom walau sama dengan 580.
Di dashboard dan doortrim mobil ini berlimpah material yang menunjukkan kemewahan. Sebut saja panel kayu dengan finishingdoff, lalu material kulit sintetis dengan jahitan berwarna putih dan juga soft touch di bagian atas. Sayangnya, material soft touch ini diberi ornamen ala jahitan palsu, mungkin lebih cantik kalau polos saja. Di bawah head unit-nya terdapat controler AC dengan bentuk yang cantik, disusul beberapa tombol seperti hazard dan kamera 360 di sisi bawahnya. Di depan tuas persneling terdapat laci yang bisa dibuka, dan di dalamnya terdapat 2 cup holder, asbak, socket power dan lighter. Tuas transmisi dan housing-nya masih sama dengan 580.
Bedanya, di sisi belakang ada EPB dengan bentuk tuas baru, dan ad a1 dummy tombol yang seharusnya adalah brake hold. Tuas pengatur head unit ala i-drive ada di sisi kanan dengan tombol bebalut krom, cantik. Kursinya juga terlihat mewah dan tebal dengan side support yang mendekap tubuh. Seatbelt-nya bisa diatur ketinggiannya, dan kursi di bagian depan sudah electric semua, hanya saja di penumpang depan tidak bisa diatur ketinggiannya. Posisi berkendaranya juga cukup commanding khas SUV, dimana kita bisa melihat kap mesinnya dengan jelas. Jendelanya sudah auto up dan down, dan ini berlaku keseluruhan. Sedangkan kontrolersunroof ada di sisi tengah di area lampu interior yang masih kuning.
Oiya, kita bisa membuka tutup jendela dan sunroof dengan perintah suara juga. Untuk sekat antara interior dan sunroof menggunakan model tirai yang sistemnya digulung ke belakang. Alhasil, ruang interior bisa lega, namun rentan robek dan tembus cahaya. Bangku baris keduanya lumayan lega, bisa sliding dan dapat kisi AC. Hanya saja, kursinya tidak menopang paha secara full, coba bisa lebih besar sedikit lagi. Ada armrest, headrest 3 buah, dan seatbelt 3 titik untuk 3 orang di baris keduanya. Sayangnya, ada detail yang kami kurang suka di baris keduanya, yaitu akses ke baris ketiganya yang susah dari sebelah kiri. Malahn, one touch slide-nya ada di sisi kanan.
Ini cukup unik, karena artinya pihak DFSK belum melakukan convert teknis ini dari versi LHD di China. Sayang sekali. Bangku baris ketiganya masih sama saja dengan versi Glory 580, dimana penumpang tengah harus sedikit berbagi ruang jikalau mau memanusiakan penumpang belakang. Sayangnya, penumpang paling belakang tidak dapat kisi AC. Bagasinya juga tergolong lumayan, dan dapat tray yang disembunyikan di kolong bagasi. Kalau bangku belakang dan tengah direbahkan, bagasi DFSK Glory i-Auto bisa rata lantai sampai ke sisi depan. Oiya, pintu bagasinya sudah elektrik dan ada sensor kaki. Dan jujur, sensor ini jauh lebih sigap dibandingkan SUV 500 jutaan.
Ngegas Ke Bangkalan
Puas dengan memperhatikan detail DFSK Glory i-Auto, kami pun bergerak dari Kenjeran, Surabaya ke Bangkalan, Madura. Oke, jaraknya memang tidak jauh, mungkin hanya 26,8 km saja sekali jalan. Sehingga, kami belum bisa membahas secara menyeluruh mengenai impresi mobil ini. Namun setidaknya gambaran awal bisa kami berikan dalam perjalanan ke Madura tersebut. Saat berangkat, kami duduk di baris kedua sebagai penumpang. Dan impresi yang terasa ada pada bantingan suspensinya. Suspensi mobil ini masih sama persis dengan Glory 580, yang artinya bukan terempuk di kelasnya. Namun, dengan kaki – kaki baru yang lebih besar dan profil ban tipis, maka ada perubahan sensasi bantingan.
Kini bantingannya terasa lebih stiff kalau dibandingkan dengan Glory 580. Hanya saja, tidak sampai membuat perut tergoncang dan tidak nyaman. Komposisi semacam ini kami rasa cocok untuk para keluarga muda. Sayangnya, bentuk kaca baris kedua dan ketiga di mobil ini memberikan kesan claustrophobic. Kami juga mencoba fitur i-talk dari baris kedua, dan bisa berjalan lancar walau agak sedikit berteriak. Saat kami membuka sunroof dan jendela di Jembatan Suramadu, fitur i-talk masih bisa menanggapi saat dipanggil ‘Hi Glory‘, namun perintah berikutnya tidak terbaca sistem.
Setelah kenyang makan di Bebek Sinjay, kami pun bergegas pulang ke Surabaya, dan kali ini tim AutonetMagz kebagian nyetir. Saat bergerak keluar parkiran, kami merasa setir mobil ini tergolong ringan, namun tidak lebay. Artinya, masih ada bobotnya dan akan memberat saat mobil makin kencang. Pedal gas biasa saja, dan pedal rem sedikit agak dalam. Pengeremannya juga tergolong pakem karena sudah menggunakan 4 cakram. Sayangnya, mesin mobil ini kami rasa flop. CVT VT5 yang digunakan memang terasa lebih halus daripada milik Glory 580, namun peformanya biasa saja. Berjalan konstan di 60 km/jam, mesin berputar di 1.600 rpm.
Naik sedikit ke 100 km/jam, mesin akan sedikit naik ke 1.800-an rpm. Yang menarik, saat kami kick down, ada jeda 3 detik hingga mesin mengeluarkan tenaganya. Mesin akan meraung dengan suara keras, namun sayangnya percepatannya tidak selantang suaranya. Kami rasa ini efek dari bobot body yang berat karena dimensi bongsornya, dan juga perpaduan turbo lag dan CVT. Yap, mobil tidak melulu positif kok, pasti ada minusnya juga. Walaupun begitu, nampaknya hanya orang nganggur yang sengaja membeli DFSK Glory i-Auto untuk kebut- kebutan. Yes, mobil ini adalah family SUV, sehingga penggunaanya bukan untuk peforma, melainkan kenyamanan, mungkin sekali – sekali main di jalan jelek.
Kesimpulan
Sejauh ini, kesimpulan kami masih cenderung positif untuk ubahan apa saja yang ditawarkan DFSK Glory i-Auto dibandingkan Glory 580 dahulu. Tambahan fitur dan kelengkapannya memang terkesan gimmick, namun sudah sesuai dengan apa yang disukai orang Indonesia, disinilah kami rasa DFSK cukup cerdik melihat pasar. Memang ada beberapa catatan di mobil ini, karena sebuah mobil tentu tidak ada yang sempurna. Peforma mobil ini memang tidak spesial, tetapi kami rasa konsumen mobil ini juga tidak akan membeli DFSK Glory i-Auto untuk kebut – kebutan kan? Kalaupun ada, kami rasa konsumen tersebut salah beli.
DFSK Glory i-Auto hadir sebagai family SUV, jadi urusan kenyamanan dan fitur penunjang yang banyak mendapatkan perhatian dari Sokonindo. Dan yang cukup membuat kami terkejut ada pada pricing mobil ini yang seolah menantang sang rival senegara. Jadi, kalau kalian keluarga muda, atau mungkin masih catch up dengan segala perkembangan jaman, maka ini SUV keluarga yang layak kalian pertimbangkan. Istilahnya, dengan harga yang dibayarkan, DFSK Glory i-Auto masuk dalam kategori best value deal sejauh ini. Tinggal bagaimana kebutuhan kalian bisa terpenuhi dengan apa yang ditawarkan mobil ini.
Sebenarnya masih ada banyak detail yang menarik untuk dibahas di mobil ini, namun artikel ini sudah kelewat panjang. Jadi, nantikan sata review kami di channel Youtube AutonetMagz. Apa tanggapan kalian? Ada yang sudah TD DFSK Glory i-Auto?
Yang Kami Suka :
+ Perubahan Eksterior yang masif & modern serta mewah + Lampu LED yang cantik dan sudah auto + Velg 18 inci gunmetal + Power tailgate dengan sensor kaki yang responsif + Peforma i-Talk yang responsif + Kualitas Interior yang mewah + Bentuk dashboard baru + Kursi Depan elektrik dan nyaman + Head unit punya kontroler ala i Drive + Bentuk kontroler AC keren + Kap mesin hidrolis + Harga bersaing
Yang Tidak Kami Suka :
– Peforma mesin & CVT kurang nendang – Bobot mobil mengebiri peforma – Warna merah di kaliper rem – Aksen knalpot palsu – Kesan klaustrofobik karena kaca baris kedua tinggi – Tidak ada kisi AC di baris ketiga – Desain panel instrumen sama dengan Glory 580 – Penutup panoramic sunroof rawan robek
AutonetMagz.com – Saat pandemi ini, merek mobil di Indonesia benar-benar selektif dalam memperkenalkan produk barunya. Bukan hanya soal model apa yang bakal diluncurkan, tapi kapan dan di kelas manakah ia cocok untuk diperkenalkan di masa-masa yang penuh tantangan ini. Mobil yang memiliki harga terjangkau nampaknya lebih mudah untuk menarik perhatian calon konsumen pada saat-saat yang kita alami sekarang.
Langkah itulah yang diambil oleh PT. SGMW Indonesia yang menjadi APM Wuling di Indonesia pada saat ini, di mana mereka meluncurkan varian terbaru dari Wuling Cortez Turbo atau Cortez CT. Namanya adalah Wuling Cortez CT S dan kini ia dijual seharga 209 juta Rupiah On The Road Jakarta. Berhubung Wuling biasanya suka memberi spek overkill dengan harga receh, apa kebiasaan itu juga berlanjut di varian termurah Cortez Turbo CT S ini? Simak reviewnya!
Eksterior
Karena Wuling Cortez CT S ini disiapkan sebagai Cortez Turbo termurah, jangan heran jika kita menemukan mobil ini agak dikosongkan. Contohnya, dari depan ia nampak tak memiliki lampu kabut.
Lampu depan mobil ini sudah memakai lensa projector meski nyalanya masih kuning dari bohlam halogen. Lampu di bumper depan bagian bawah itu adalah LED DRL, dan meski penempatannya memang agak bawah, fungsinya berjalan sebagaimana mestinya.
Pada bagian gril, aksen silver menjadi hiasan bilah utama yang melebar dari kiri ke kanan. Wiper Wuling Cortez CT S menggunakan wiper tipe biasa, bukan yang frameless seperti beberapa mobil baru di rentang harga yang kurang lebih sama dengannya.
Lampu sein tetap LED, baik itu di lampu depan dan di spionnya. Oh ya, tidak ada pelipatan spion elektrik untuk varian ini sehingga harus lipat sendiri pakai tangan. Namanya juga varian termurah kan.
Urusan ban, Wuling Cortez CT S ini memakai ban Goodyear Assurance berukuran 205/55 R16 untuk membungkus pelek 16 incinya yang berwarna silver. Rem depan belakang masih menggunakan rem cakram seperti varian Cortez lain, tapi bijak-bijaklah karena mobil ini belum dilengkapi ABS.
Padahal akan lebih baik jika fitur ABS tetap diadakan saja untuk varian termurah ini, karena tidak semua orang paham teknik pulse braking untuk mencegah roda terkunci kala pengereman di jalan licin.
Wuling masih memberikan kemudahan akses smart entry di pegangan pintu depan, sehingga kita cukup mengantongi remote kunci dan menekan tombol kecil di pegangan pintu untuk membuka kunci mobil dan masuk ke dalamnya.
Meski di semua pegangan pintu masih ada aksen chrome, tidak ada chrome apa pun di lis jendela Wuling Cortez CT Type S ini. Pilar B dan C mobil ini dibuat doff, bukan mengilap seperti varian di atasnya.
Beranjak ke bagian belakang, tidak terdapat perbedaan yang terlalu mencolok antara Wuling Cortez CT Type S dengan varian di atasnya. Lampu belakangnya memakai LED untuk bagian sein, sementara sisanya bohlam biasa.
Tidak ada sensor parkir belakang meski mobil ini sudah dilengkapi kamera parkir. Mobil ini juga tidak memiliki defogger belakang, namun sudah terpasang wiper belakang serta ada roof spoiler sebagai standar. Knalpotnya dibuat ngumpet tanpa garnish apa-apa.
Interior
Memasuki interior Wuling Cortez CT Type S, nuansa yang kita lihat masih tidak beda-beda amat dibandingkan Cortez CT varian lain yang lebih mahal. Bahan plastik mendominasi, dan material yang empuk untuk disentuh hanya ada di beberapa area yang jadi titik sentuh antara anggota tubuh kita dan kabinnya. Kabinnya tetap dibuat sedikit meriah dengan corak two tone dan aksen jahitan palsu, namun kualitas pemasangan bisa dibilang standar-standar saja.
Wuling biasanya jago dalam hal menempatkan gimmick-gimmick berkesan mewah di mobil-mobilnya, dan Cortez CT Type S ini bukanlah pengecualian meski ia sudah dikurangi beberapa fiturnya agar terjangkau. Kita masih mendapatkan jam analog dengan lampu latar yang menyala berbarengan dengan lampu depan mobil, bahkan tombol start-stop engine tidak dihilangkan pada varian Type S ini.
Panel instrumen dengan font angka yang ke-Mercy-Mercy-an juga masih ada, hanya saja layar MID full color diganti jadi layar MID hitam-putih macam adiknya, Confero. Jok standar Cortez CT Type S ini adalah jok fabric, namun jika bersedia merogoh kocek ekstra 4 jutaan, jok kulit akan hadir untuk anda. Bagian tutup center console box dilapis kulit dan diberi aksen jahitan asli, bisa jadi armrest juga tapi tidak bisa dimaju-mundurkan.
Selain ABS yang hilang, fitur stability control di Cortez CT Type S ini juga absen. Lihat saja di area dengkul supir, hanya ada tombol untuk mengatur tinggi-rendah sorot lampu depan dan aktivasi AC belakang, tidak ada tombol ESP. Pada panel pintu supir, kita masih mendapatkan fitur kenyamanan standar seperti central door lock, power window dengan auto up & down untuk supir, pengaturan dan pelipatan spion elektronik plus kantong pintu yang praktis.
Sebagai supir, tidak banyak pengaturan posisi mengemudi. Setir hanya bisa diatur naik-turun, sementara jok supir tidak memiliki pengatur tinggi-rendah, hanya ada maju-mundur atau tegak-rebah. Sebelum memutuskan, pastikan dulu anda tidak ada masalah dengan posisi duduknya. Spion tengah sudah day and night dengan sebuah tuas, sementara pada sun visor-nya hanya bagian penumpang yang dapat cermin, bagian supir tidak. Oh ya, tidak ada auto headlamp atau auto wiper.
Tombol start-stop engine, smart keyless entry, steering switch control dan head unit berlayar sentuh hanya ada di Cortez CT Type S CVT, yang transmisi manual tidak dapat keempat hal tadi. Fungsi head unit Cortez CT Type S hanya minus navigasi dibanding varian lain, namun penggunaan dan fasilitasnya masih patut diacungi jempol. Fitur multimedia lengkap, konektivitas banyak, respon layar sentuh bagus dan tampilan kamera mundurnya jernih.
Pemilik Wuling Cortez CT Type S tidak dapat AC digital, hanya AC putar-putar biasa. Memang agak kurang mewah, namun fungsi AC-nya lengkap hingga ke pengatur arah hembusan, defogger kaca depan dan punya 4 tingkat fan speed. Urusan kepraktisan, kita masih dapat center console box yang ngepas, glovebox yang praktis meski bagian dalamnya tidak dilapis kain, kantong kecil di dekat dengkul kanan supir, kantong lagi di depan tuas persneling CVT dan cup holder.
Kantong kecil di depan tuas persneling juga menjadi rumah bagi 2 buah port USB, 1 buah port AUX dan 1 power outlet 12V. Wuling Cortez CT Type S bertransmisi CVT tidak punya paddle shift, tapi ia punya mode manual secara tiptronic berikut tombol “ECO” dan mode Sport. Karena absennya fitur rem parkir elektronik dan brake hold, kini ia hanya pakai rem tangan mekanikal biasa. Buat yang masih percaya kepada kekuatan otot saat menarik rem tangan, ini pas untuk anda.
Memasuki kabin baris kedua, keunggulan khas Wuling masih terasa, yakni ruangan yang amat luas di belakang dibandingkan mobil keluarga dengan rentang harga sama. Penumpang dengan tinggi 178 cm tidak akan bermasalah dengan ruang kaki atau ruang kepala, apalagi duduk di captain seat-nya benar-benar nyaman. Fasilitas penunjang kenyamanan lain seperti AC belakang, port USB untuk mengisi daya gadget dan jok ISOFIX juga masih tersedia.
Penumpang baris kedua bisa menyimpan barang bawaan mereka di kantong yang disediakan di balik jok penumpang depan, atau bisa juga di kantong pintu jika dirasa masih kurang. Lantai baris kedua yang didesain rata juga meningkatkan kesan lega dan nyaman mobil ini. Jika anda sebagai konsumen memprioritaskan kenyamanan penumpang, khususnya penumpang baris kedua, Wuling Cortez masih jadi salah satu kontestan terkuat di aspek ini, bahkan buat tipe termurah ini.
Masuk ke bangku baris ketiga bisa melalui “Gang tikus” di antara kedua captain seat atau menggeser jok baris kedua, terserah saja. Sekali lagi, kelegaan Wuling Cortez memang nyata adanya di sini, bahkan buat orang dewasa setinggi 178 cm. Ruang kepala tidak ada masalah, sementara ruang kaki bisa dikompromikan dengan penumpang baris kedua supaya duduknya sama-sama enak karena jok baris kedua bisa digeser maju-mundur atau rebah-tegak.
Jok belakang terpisah 60:40 sehingga bisa dilipat sesuai keperluan, namun pelipatannya sederhana dan tidak menghasilkan ruang bagasi rata lantai. Setelah dilipat pun, kita harus memasang slot pengunci yang agak mirip slot kunci pintu kos-kosan. Hal lainnya adalah absennya port charger di baris ketiga, jadi penumpang yang ada di baris ketiga tidak bisa mengisi daya gadget mereka di situ. Sisi baiknya, AC bagi penumpang baris ketiga masih ada, jadi tetap adem.
Sebenarnya bagasi Wuling Cortez CT Type S ini pun masih identik dengan varian-varian di atasnya. Kapasitasnya masih memadai untuk kebutuhan keluarga dan ya itu tadi, pelipatan bangkunya tidak istimewa. Oh ya, jika tidak ingin jok captain seat di baris kedua supaya mobil ini bisa muat 8 orang, Wuling menyediakan pilihan tanpa captain seat yang bisa membuat anda hemat 4 jutaan dibanding versi captain seat, tapi tidak ada armrest ya.
Mesin
Wuling tidak melakukan perubahan apa-apa di bagian ini. Kita masih mendapatkan mesin 1.500 cc 4 silinder turbo dengan tenaga sekitar 140 hp di 5.200 rpm dan torsi 250 Nm di sekitar 1.600 rpm hingga 3.600 rpm. Ini mesin yang boleh dibilang identik dengan SUV Wuling Almaz, namun karena Cortez memiliki bobot lebih ringan daripada Almaz, harusnya mobil ini bisa memiliki keunggulan sedikit saat dibawa jalan-jalan dibandingkan Almaz.
Kita tak dapat hidrolik untuk menahan kap mesin agar tetap terbuka, jadi harus pakai tongkat. Jika pada Wuling Cortez CT varian lain ada cover mesin plastik berlogo Wuling dengan tulisan “TURBO”, maka di sini tidak ada. Pada bagian atas kap mesin juga tidak ada peredamnya, namun sudah dicat secara menyeluruh.
Kesimpulan
Jika anda bertanya kepada Wuling, mereka akan menjawab bahwa Wuling Cortez CT Type S ini sengaja diciptakan untuk menekan harga jual, memungkinkan lebih banyak keluarga mempertimbangkan mobil ini sebagai transportasi bersama sanak saudara. Selain itu, Wuling juga mengincar pasar fleet atau operasional kantor yang butuh mobil kantor baru dengan fasilitas memadai tapi harganya masih masuk anggaran kantor.
Jika alasannya itu, kami rasa apa yang ditawarkan Wuling Cortez Turbo CT Type S ini memang sesuai dengan tujuannya. Oh ya, Cortez CT Type S versi manual mungkin akan terasa kurang modern untuk mobil keluaran 2020 sehingga kami tidak merekomendasikan versi manual, tapi untuk yang CVT ini masih membawa keunggulan Cortez yang memang khas : Value for money bagus, kabin lega dan nyaman, fitur memadai, desain cukup oke, benar-benar mobil yang enak untuk ditumpangi.
Lain cerita kalau jadi supir, karena sepengalaman kami mengendarai Wuling memang mudah, tapi tidak memberikan rasa mantap. Tidak adanya ABS dan ESC mungkin juga jadi catatan jika anda kritis soal fitur keselamatan, lalu pelipatan bagasi yang biasa saja juga boleh anda lihat dulu sebelum memutuskan. Meski begitu, Wuling Cortez CT Type S masih menawarkan value yang tinggi, apalagi harganya juga sangat menggoda. Apa opinimu? Sampaikan di kolom komentar!
AutonetMagz.com – Kalian semua kenal produk Yamaha yang namanya Yamaha Freego 125? Kalau kalian kenal, atau malah punya unitnya, maka bisa dipastikan kalian adalah kaum urban yang butuh bagasi besar. Yap, sejak awal kemunculannya, Yamaha Freego 125 selalu mengunggulkan kapasitas bagasinya yang diklaim setara Yamaha N-Max 155, padahal motor ini adalah motor 125cc. Nah, kali ini kami kami tidak akan komentar banyak terhadap kapasitas bagasinya, namun peformanya saat diajak jalan keluar kota.
PT Surya Timur Sakti Jatim (STSJ) selaku authorized dealer Yamaha di Jawa Timur dan NTB mengajak tim AutonetMagz untuk menguji peforma dari Yamaha Freego 125. Kali ini, touring tipis – tipis ini diadakan dengan rute dari Surabaya ke arah dataran tinggi Pacet, lalu kembali lagi ke Surabaya. Bagi kalian yang bermukim di Jawa Timur, tentu kalian tahu bahwa jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Namun, medan yang akan kami lalui jelas memberikan tantangan tersendiri. Kawasan Trawas – Pacet memang menjadi salah satu ‘momok’ bagi skutik karena tanjakan dan turunan yang terjal.
Oleh karenanya, pihak STSJ ingin membuktikan kepada kami bahwa Yamaha Freego 125 kuat untuk diajak naik tanjakan ataupun melibas turunan, sambil tetap mempertahankan catatan konsumsi BBM. Kali ini, kami menggunakan Yamaha Freego 125 versi standar. berhubung kami belum pernah melakukan review mengenai produk ini, kita akan bahas dahulu untuk desain dan kelengkapan dari si skutik ini. cekidot.
Sekilas Pandang
Yamaha Freego 125 usianya sudah mencapai 2 tahun di Indonesia pada akhir Oktober silam. Dan tidak sulit menemukan si skutik di jalanan Indonesia. Secara desain, Yamaha Freego 125 memang cukup unik. Bodynya terlihat gambot, namun kaki – kakinya mungil. Velg motor ini berdiameter 12 inci, namun tapaknya mencapai 100/90 di depan dan 110/90 di belakang. Jadi, secara umum Yamaha Freego 125 terlihat gemuk. Apalagi, bagian depannya terlihat besar karena ada saluran pengisian bahan bakar di sisi kiri motor. Eits, apakah kalian mengira tangki bensin Yamaha Freego 125 ada di sisi depan? Kalau iya, kalian salah.
Tangki bensin Yamaha Freego 125 diletakkan persis di bawah dek kaki pengemudi. Jadi, posisinya ada di sisi bawah dengan ukuran 4,2 liter secara total. Lho? Kan jadi bahaya? Tenang, Yamaha tentu sudah memikirkan resikonya. Tangkinya diberi pelindung besi yang ada rongga-nya, sehingga terlindungi dengan baik. Lampu utama motor ini sudah menggunakan LED, walaupun sisanya tidak. Lampu sein, lampu belakang, dan lampu kecilnya masih halogen. Yang menarik, motor ini punya lampu hazard dengan tuas diatas tuas starter. Sebuah fitur yang bahkan tidak dimiliki oleh Yamaha XSR 155 yang pernah kami coba.
Untuk desain samping dan belakangnya terasa biasa saja, khas skutik gemuk. Namun, sekilas kami merasa deja vu dengan Honda Spacy di masa lalu. Duduk di atas motor ini, kita akan langsung disugui sebuah panel instrumen digital yang mungil dengan informasi seperti speedometer, odometer, tripmeter, pengukur voltase aki, sisa bbm, dan indikator eco riding. Di sisi kanan dan kiri ada indikator ABS, smartkey, dan start stop yang sayangnya tidak ada semua di motor yang kami gunakan. Di sisi kanan ada lubang kunci dengan tombol pembuka bagasi dan tutup tangki BBM. Sedangkan power outlet ada di sisi atas.
Kami pun mencoba membuka bagasi motor ini di bawah joknya, dan cukup terkejut dengan ukurannya. Memang bagasinya tidak sedalam bagasi motor matik pada umumnya, namun ukurannya panjang. Bahkan, kami pun bisa meletakkan backpack berisi peralatan dan kamera dengan aman di bawah bagasinya. Thanks to tangki bensin yang ada di bawah dek. Cukup dengan overview motornya, kami pun segera mencoba motor ini dan bergerak keluar dari Kota Surabaya
Let’s Ride
Mulai berjalan dengan Yamaha Freego 125, kami mengawali perjalanan dari Yamahaland yang berlokasi di Jalan Panglima Sudirman, Surabaya. Dari sana, kami bergerak bersama dengan Komunitas Mojopahit X-Max Rider (MOXER) menuju ke Yamaha Putra Jaya Porong. Di awal perjalanan ini, kami pun menikmati sensasi berkendara skutik Yamaha Freego 125 di rute dalam kota. Motor ini suspensinya cukup stiff, ditambah lagi ban yang menggunakan tapak lebar walaupun profilnya tergolong tebal yaitu 90. Untuk selap selip, motor ini jelas lebih dari cukup.
Mulai bergeser ke Sidoarjo, hingga ke arah Porong, motor mulai berjalan dengan kecepatan sedang. Dari ini kami rasakan power delivery dari mesin 125cc milik Yamaha Freego 125 masih mirip dengan beberapa motor 125cc BlueCore Yamaha lainnya. Kalau dibandingkan dengan dengan Yamaha Soul GT125, entakan mesin dari Yamaha Freego 125 terbilang lebih halus. Nah, karena torsi maksimal motor ini ada di 5.500 rpm, maka jalanan Sidoarjo – Porong bisa dilibas dengan mudah. Hanya saja kami tidak gas pol karena ada perhitungan konsumsi BBM di akhir.
Untuk pengereman, Yamaha Freego 125 dibekali cakram di depan dan tromol di belakang, standar skutik 125cc. Peforma pengeremannya tergolong biasa, namun masih bisa diandalkan. Lepas dari pos pertama di Yamaha Porong, kami mulai melaju ke Trawas via Pandaan. Disini motor mulai diuji peformanya untuk melibas rute tanjakan. Sejauh yang kami rasakan, peforma mesin dari Yamaha Freego 125 masih cukup untuk melibas tanjakan, bahkan tanjakan di area Trawas yang juga menikung. Terakhir kali kami melibas tanjakan ini dengan Nissan Terra yang tentunya worryless.
Namun saat menunggangi Yamaha Freego 125, awalnya kami agak was was. Apalagi jalanan cenderung padat karena long weekend. Motor pun sempat beberapa kali harus melambat di posisi menanjak cukup curam, namun semua bisa diatasi dengan baik. Kami pun cukup pede untuk melibas tanjakan lain. Poin menarik disini ada pada tapak ban lebar yang enak digunakan menikung, dan adanya eco indicator untuk melihat seberapa eco riding gaya berkendara kita. Yap, bagaimanapun konsumsi BBM menjadi bagian penting di touring kali ini.
Kami pun sampai di Tamah Ghanjaran, lalu melibas rute berikutnya ke GardenHutte. Pasca dari GardenHutte, rombongan melanjutkan perjalanan ke Warung Madjoe Mapan di kawasan Pacet. Sayangnya, hujan turun dengan derasnya dan membuat beberapa rombongan akhirnya terpisah. Kami dengan beberapa rekan media pun menepi untuk menggunakan jas hujan, lalu melanjutkan perjalanan. Sayangya lagi, kami sempat nyasar beberapa kali sehingga motor menghabiskan lebih banyak BBM dibandingkan personil lain. Alhasil, kami hanya meraih 47,2 Km/Liter, sedangkan yang terbaik mencapai 55,9 Km/Liter.
Setelah selesai mengisi perut di Warung Madjoe Mapan, kami turun ke arah Mojokerto. Disinilah tantangan baru muncul. Lokasi berkabut, hujan deras, dingin, dan licin, plus 1 bahaya lainnya yaitu turunan. Yap, Skutik ini harus melibas turunan fenomenal di kawasan Pacet yang sudah banyak memakan korban rem blong. Kami pun bisa melibas turunan kondang tersebut dengan aman. Rem dan ban serta pembawaan rider jadi koenci. Kami pun turun ke arah Mojokerto dan beristirahat di Yamaha YES Pacing. Setelah istirahat sejenak, kami berpisah dengan tim MOXER, dan bersiap kembali ke Surabaya.
Kali ini, kami mengambil rute yang berbeda, yaitu Mojokerto – Surabaya via ByPass Mojokerto dan Krian. Yap, kalian yang bermukim di Jatim tentu tahu bahwa jalur ini adalah jalur truk dan angkutan berat lainnya. Di kesempatan ini, rekan media lain menggeber Yamaha Freego 125 (karena sudah tidak ada perhitungan konsumsi BBM). Tim AutonetMagz yang ada di tengah rombongan pun mencoba melihat peforma motor ini di jalanan lapang. Motor melaju di kecepatan 60 – 70km/jam dengan mudah. Namun kami harus melibas jalanan tidak rata plus genangan air dari hujan.
Disinilah kami merasakan bahwa kaki – kaki bertapak lebar dari Yamaha Freego 125 memberi peran penting, apalagi saat harus terus steady dengan lalu lintas sekitar. Akhirnya, kami pun sampai di Surabaya pukul 7 malam, mengakhiri turing hampir 11 jam lamanya dengan selamat. Dan barang bawaan kami masih aman dari hujan berkat bagasi motor yang mampu menampung backpack kami.
Kesimpulan
Yamaha Freego 125 adalah motor yang paling cocok untuk urban commuter. Konsumsi BBM-nya bisa diandalkan, dan kaki – kaki yang lebar memberikan traksi yang bagus di jalanan untuk skutik seukurannya. Bagasinya juga tergolong lega untuk kalian yang suka membawa bawaan berlebih, kecuali membawa beban hidup. Mesinnya juga tergolong cukupan untuk kebutuhan dalam kota, ataupun sedikit keluar kota. Hanya saja, tentunya masih ada catatan untuk motor ini. Desainnya bukan selera semua orang, lalu panel instrumen juga terlalu minimalis.
Overall, bagi kalian yang ingin skutik berbagasi besar, namun ogah membeli maxi scooter, motor ini bisa kalian pertimbangkan. Kami berterima kasih pada pihak STSJ atas kesempatan mencoba motor ini sejauh kurang lebih 140 km. Jadi, bagaimana menurut kalian? Ada owner Yamaha Freego 125 disini? Yuk bagikan suka duka kalian.
Autonetmagz.com – Akhirnya tim Autonetmagz berkesempatan mencoba salah satu motor paling bertenaga dari Royal Enfield (RE) ini. Dirilis secara resmi untuk pasar Indonesia dalam gelaran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2019, Interceptor 650 membuat kami penasaran soal comeback dari motor dengan mesin parallel-twin khas pabrikan asal Inggris tersebut. Hingga pada akhirnya, rasa penasaran kami pun terbayar karena motor ini dipinjamkan unitnya oleh pihak Nusantara Royal Enfield selama satu minggu! Jadi daripada basa basi panjang, kita ‘bongkar’ moge satu ini.
Sebelumnya nih ala-ala disclaimer, buat kalian yang belum tau spesifikasi dari RE Interceptor 650 ini boleh banget dicek link tersebut. Hingga saat ini, pihak RE hanya baru menambahkan pilihan warna saja. Sementara untuk spesifikasi di atas kertas memang belum terjadi ubahan karena umur motor ini juga baru dua tahun.
Pertama kita bahas soal desainnya, terlihat jelas bahwa nuansa Royal Enfield Interceptor (1959 – 1970) masih kental terasa pada motor ini. Tema desain retro yang awet dari Interceptor 650 menunjukkan keseriusan pihak RE dalam mempertahankan daya tarik serta ciri khas motor buatannya. Penggunaan instrument cluster yang dominan analog, bentuk lampu-lampu klasik, frame double-cradle yang melintang lurus, penempatan warna krum yang pas, jok motor dengan diamond cut, bentuk knalpot yang kekar, serta penggunaan velg jari-jari, membentuk harmoni desain retro brat-style yang semakin mendukung tema tersebut.
Walau sayangnya desain motor yang dinamakan INT650 di pasar Amerika ini, seakan terlalu ‘totalitas’ karena motor ini semua lampunya masih menggunakan halogen, berikut multi information display (MID) yang kurang variatif, mesinnya masih air-cooled, serta suspensi depannya belum upside down (USD). Untuk bagian lampu, tim Product StrategyRoyal Enfield menjelaskan bahwa memang pemakaian lampu halogen cocok dengan tema retro yang mereka usung, jadi besar kemungkinan bahwa pihak RE berusaha tetap mempertahankan sisi klasik dari motor karya mereka sesuai dengan ciri khas brand yang pabriknya berada di Chennai, India namun tim riset dan pengembangannya tetap berada di Leicestershire, Inggris.
Namun overall secara desain, aura nostalgia Interceptor lawas teraplikasikan dengan amat baik pada motor ini. RE sukses membangkitkan kembali motor mereka yang telah di-discontinued ke dalam era modernisasi. Saat banyak pabrikan memunculkan desain neo retro, RE tetap bertahan dengan gaya retro classic-nya. Jadi yang kangen sama modelan motor klasik dijamin puas deh mandangin Interceptor 650. Kalau yang kangen sama mantan minggir dulu, saya mau bahas sektor mesinnya.
Untuk bagian mesin memang tidak ada ubahan dari sejak pertama kali muncul. Konsisten dengan mesin parallel-twin 648 cc air-cooled, 4 klep SOHC dan dipasangkan girboks slipper clutch 6-percepatan, yang membuat motor ini dapat menghasilkan output sebesar 47 hp dengan torsi 52 Nm pada 4.000 rpm. Lalu untuk bagian kaki-kakinya, di bagian depan motor ini dilengkapi dengan suspensi teleskopik 41 mm dengan travel 110 mm, bagian belakang twin coilover dengan travel 88 mm yang bisa diatur settingan preload-nya sebanyak 6 step.
Ban depan belakang memakai Pirelli Phantom SportComp masing-masing dengan ukuran 100/90 R18 dan 130/70 R18 yang membalut velg Excel jari-jari berbahan aluminium. Tak lupa sektor pengeremannya yang sudah disc brake depan belakang dari ByBre, dan juga dilengkapi dengan dual-channel ABS. Mumet ya penuh dengan angka-angka? Biar otak refresh kita tes jalan motornya ya, kuy gastips!
Kesan pertama naik motor ini adalah, tidak terlalu tinggi ternyata. INT650 memang memiliki jok dengan tinggi 804 mm yang membuat kaki saya bisa jinjit sempurna tanpa berganti kaki (tinggi saya 167 cm, memang pendek tau saya). Walaupun kaki masih bisa menapak, namun dry weight motor ini mencapai 202 kg. Terasa berat jika kita mau merubah posisi motor dalam keadaan mesin mati. Bayangkan jika tangki bensin berukuran 13,7 L itu terisi penuh, berarti mindahin motor seberat kira-kira 214 kg, on the way jadi sahabat koyo buat yang tidak terbiasa.
Namun rasa berat tersebut hilang seketika saat motor ini sudah dibawa riding, gak berasa bawa moge! Untuk bermanuver dalam kota hingga menikung miring dengan cepat rasanya sangat nyaman, tidak terasa berat sama sekali. Posisi ridingnya pun masih terbilang nyaman didukung dengan jok yang empuk saat dikendarai lama sekalipun. Walau area kaki terasa agak melebar karena tangki yang besar, hal tersebut menyebabkan handle bar yang tinggi pun tetap membuat saya membungkuk sedikit. Untuk posisi footstep juga agak ke belakang, sedikir berkarakter sporti. Namun hal inilah yang membantu pengendalian INT650 menjadi lebih enak untuk bermanuver. Intinya motor ini nurut dibelokin kemana aja, asal jangan diarahin ke tembok.
Sudah di gastips, sekarang waktunya gaspol. Motor ini ngejambak banget bahkan dari 2.000 rpm loh, membuat nyawa tertinggal sedikit saat pertama kali narik! Bahkan saat kondisi ingin menyusul atau menanjak, rider tidak perlu melakukan downshift agar bisa mendapatkan torsi ‘gajah’-nya. Cukup puter sedikit, ngegas bro. Kondisi stop n go pun bisa dilakukan dari gigi 2 jika terpaksa tanpa perlu turun gigi apalagi turun motor, karena masih ngisi ternyata, hebat.
Selama seminggu mencoba motor ini di dalam kota, saya pribadi kurang puas karena belum menyentuh gigi 5 hingga 6, padahal gigi 4 saja bisa mencapai 130 km/h. Mengendarai motor ini memang bisa membuat kita lupa akan speedometer, karena anteng banget, tidak terasa sudah menyentuh 100 km/h. Iya, kalian gak salah baca kok, ini motor anteng banget, gak berasa vibrasi mesinnya seperti RE yang lain, pokoknya selangkangan approved. Menikung 100 km/h? Aman, motor ini tidak liar kok.
Selama saya dan tim mencoba motor ini, kelebihan yang pertama kami dapatkan adalah vibrasi mesin yang sangat halus ketika dikendarai. Tidak seperti motor RE lainnya, vibrasi mesin yang dirasakan pada INT650 terasa amat halus bahkan pada rpm tinggi sekalipun. Gearbox 6-speed yang presisi, desain klasik yang sulit tergerus zaman, handling yang baik serta sasis yang rigid membuat motor powerful dari RE ini menjadi sangat mantap untuk dibawa riding harian maupun touring. Bodi yang full metal terasa solid dan kokoh, melambangkan build quality yang berada di atas rata-rata motor made in India.
Kelemahan yang kami temukan adalah, karena terlalu mempertahankan kesan klasik, maka hal-hal kecil seperti engine guard pada footstep dan indikator gir tidak dimasukan ke dalam motor ini. Kami pun sedikit dibuat bingung dengan indikator bensin yang kurang konsisten, layaknya pacarmu kalau pms suka berubah-ubah. Lampu halogennya juga dirasa kurang terang saat berkendara malam, walaupun memang kontrasnya cukup membuat marka jalan terlihat jelas. Lalu mesinnya memang emosian, gampang panas kayak ormas, tapi dijamin puas akan output yang dihasilkannya. Tak lupa suspensinya yang terlalu empuk hingga membuat efek membal saat menikung, namun hal tersebut bisa diakali karena pengaturan preload-nya bisa diubah.
Itulah kesan kami setelah mengendarai RE Interceptor 650 selama seminggu. Dengan harga mulai dari Rp 205,7 Juta (OTR), motor ini cocok buat kalian yang mau mencoba moge karena karakternya yang bertenaga besar namun tidak liar dan enak untuk diajak bermanuver. Interceptor 650 ini dirasa pantas jika dijuluki sebagai Tamed Beast, nurut tapi galak kalau sang rider berkehendak demikian. Untuk skema warnanya, pihak RE membaginya menjadi dua tipe. Pertama ada two-color paint scheme yang paling baru dengan pilihan Baker Express dan Ravishing Red. Lalu ada single colourways yang merupakan heritage dari RE terdahulu dengan warna solid yang tersedia dalam Orange Crush, Glitter and Dust, Silver Spectre, dan Mark Three.
Jadi bagaimana, tertarik meminang motor yang sudah memenangkan penghargaan MCN sebagai “Best Retro Bike of the Year” dua tahun berturut-turut (2019 – 2020) ini? Berikan komentar terbaik anda di kolom yang tersedia di bawah, masih mendang-mending atau langsung angkut nih motornya?
AutonetMagz.com – Sudah setahun lebih sejak Nissan Motor Indonesia (NMI) memperkenalkan Nissan Serena C27 di pasar Indonesia. Dan jujur saja, sudah 1 tahun sejak tim AutonetMagz Surabaya membuat video review dari Nissan Serena C27, walaupun videonya baru tayang saat PSBB lalu. Nah, kali ini tim Surabaya kembali mendapatkan kesempatan untuk mencoba Nissan Serena C27, namun dalam tempo yang lebih lama dan jarak yang lebih jauh.
Nissan Serena di Rest Area Purwodadi
Unit Nissan Serena C27 yang kami dapatkan merupakan tipe Highway Star (HWS) yang merupakan tipe tertinggi dari Nissan Serena di Indonesia saat ini. Kalau di versi C26, masih ada tipe Autech yang memiliki beberapa kelengkapan tambahan. Unit ini sendiri merupakan pinjaman dari Nissan Ahmad Yani, Surabaya. Lantas, seperti apa impresi kami saat sudah mencoba mobil ini sejauh 650 kilometer dalam tempo 4 hari 3 malam? Akan kami kupas di bahasan di bawah ini, yuk kita mulai.
Sekilas Pandang
Oke, karena Nissan Serena C27 bukan produk yang sepenuhnya baru, maka kita akan lewatkan urusan desain mobil. Yang jelas, Nissan Serena C27 memiliki bentuk body yang masih cukup identik dengan C26, namun dengan modernisasi di beberapa titik. Sebut saja lampu depan baru model split dengan lampu utama LED, dan lampu belakang dengan LED bar. Velg-nya lumayan besar untuk sebuah boxy MPV, yaitu 16 inci, dan sudah dual tone. Ada kamera 360 dan sensor parkir di sekujur body mobil ini. Pintu samping tentunya model sliding, dan sudah memiliki sensor tendang di bawah masing – masing pintu.
So far, tidak ada hal yang mengecewakan di bagian luar mobil ini. Nissan Serena C27 tampil dengan desain yang cukup ‘aman’, walaupun cue design ala C26 masih terlihat jelas. Oiya, seperti mobil boxy yang lain, kalian perlu memperhatikan ground clearance mobil ini yang cuma 160mm saja. Jadi, pastikan kalian hindari lubang yang dalam kalau tak ingin mobil gasruk. Oiya, sebagaimana mobil boxy, pintu bagasi dari Nissan Serena C27 terbilang besar dengan bibir bagasi yang rendah. Ini membuat kalian tak perlu effort besar untuk mengangkat barang ke dalam bagasi. Pintu bagasinya juga dibuat split dengan 2 metode bukaan.
Masuk ke interiornya, kita akan langung menemukan permainan warna hitam di banyak titik. Jok kulit hitam dengan arm rest di baris pertama, diikuti dengan jok captain seat di baris kedua. Dashboard-nya didominasi warna hitam dengan bahan softtouch yang diberi jahitan asli berwarna putih, nice. Ada panel black glossy dengan lis silver di konsol tengah, dan doortrim-nya memiliki bagian berbahan fabric. So far, bagian yang sering tersentuh tangan diberi sentuhan bahan lembut. Panel instrumennya sederhana, namun MID-nya terbilang komplit. Apalagi MID-nya berukuran besar dan berwarna.
Untuk speedometer-nya ada di sisi depan pengemudi dengan model digital, di sampingnya ada eco pedal indicator dengan warna hijau tosca. Sedangkan di MID-nya ada banyak display. Display yang tetap adalah indikator tangki BBM, sisa range, dan odometer / trimeter yang ada di sisi bawah MID. Sedangkan informasi di MID bisa diganti dengan tombol di sisi kiri setir. Dalam MID terdapat informasi seperti eco pedal indicator, fuel economy history, average fuel consumption, engine temperature, tachometer digital, dan summary yang berisikan lama berkendara, rata – rata konsumsi BBM, rata – rata kecepatan, dan lainnya. Oiya, ada juga menu setting untuk mengubah beberapa hal.
Dalam menu setting terdapat menu untuk mengubah sistem dalam mobil seperti wiper, turn signal, dan locking. Sedangkan di menu display dapat mengatur ubahan tampilan di MID. Yang menarik, ada juga menu untuk melihat history dan best dari fuel consumpion dalam tempo tertentu. Kembali ke dashboard, ada AC digital dengan heater, dan ada opsi untuk ke front defogger. Sedangkan di sisi kanan ada tombol untuk membuka dan menutup power sliding door beserta sensor tendangnya. Tombol Eco Mode juga ada di sebelah kanan, sedangkan tombol VDC ada di sebelah kiri. Start stop button ada di sebelah kiri dekat tuas transmisi.
Nah, di konsol tengah ini juga ada cup holder yang bisa dibuka tutup. Selain itu, di setiap kantong pintu depan juga ada cup holder. Glove box di sisi depan ada 2 tingkat, atas dan bawah. Sedangkan di depan pengemudi juga ada laci yang terdapat colokan USB, nice. Sedangkan di sebelah kiri dekat glovebox juga ada power socket. Pindah ke sisi belakang, kursi yang digunakan adalah model captain seat yang sudah ada 2 armrest di masing – masing kursi. Seat belt dibuat menyatu dengan kursi karena slide baris keduanya tergolong panjang. Di baris kedua juga ada colokan USB yang posisinya ada di setiap kursi baris depan.
Selain itu, setiap kursi juga dilengkapi dengan meja dan kantong yang posisinya menempel bangku depan. Ada kisi AC di sisi samping, dan kontrolernya di sisi tengah. Layar infotainment juga disediakan di atap mobil ini. Sayangnya, kami lebih berharap ada sunroof atau panoramic roof ketimbang monitor. Oiya, kuri tengahnya bisa digeser ke sisi samping untuk mendekatkan kedua sisinya, mungkin bagi mereka yang ingin lebih intim. Sedangkan bangku baris ketiganya juga memiliki posisi duduk yang nyaman, serta masih ada meja dan colokan USB seperti di baris kedua. Jadi, bangku baris ketiga bukanlah kasta terendah di mobil ini. Lalu siapa kasta terendah? Bangku Sopir.
Let’s Drive
Kami mulai mengendarai si Nissan Serena HWS C27 ini dengan rute keliling kota Surabaya terlebih dahulu. Berhubung kami sudah akrab dengan mobil ini, maka tidak ada penyesuaian lagi untuk mengendarainya. Mobil ini memiliki body yang boxy, sehingga bagi kalian yang belum pernah mengendarai mobil semacam ini, bakal perlu adaptasi. Walaupun begitu, kaca yang besar di mobil ini memberikan visibilitas yang jempolan, walaupun efeknya bisa cukup panas di teriknya Surabaya. Untuk handling, tentunya mobil ini tidak agile. Setirnya ringan, walau tak seringan Nissan X-Trail T32 Facelift.
Untuk feeling setirnya tentu terasa hambar, namun radius putar mobil ini cukup bagus untuk mobil seukurannya. Untuk pedal gas sendiri khas mobil jaman now, akan langsung lari saat diinjak sedikit. Namun, kalau kalian ingin respon pedal yang lebih halus, kalian bisa masuk ke mode Eco. Di Mode ini, ECU akan mengatur respon gas menjadi lebih smooth. Sedangkan rem mobil ini terbilang cukupan, dan rem parkir posisinya ada di kaki sebelah kiri. Peforma mesin MR20 milik Nissan Serena ini juga masih mumpuni untuk dipakai sebagai mobil keluarga perkotaan. Hanya saja, suara mesinnya bisa dibuat lebih halus.
Akselerasi? Lupakan hal tersebut, karena hanya orang iseng saja yang membeli sebuah Nissan Serena dan melakukan akselerasi secara sengaja dan tanpa tujuan. Mobil ini menggunakan transmisi CVT yang terbilang halus, cocok kalau kalian memang suka berkendara santai. Untuk posisi berkendara, mobil ini menggunakan kursi yang cukup tinggi dengan posisi commanding. Kaki kalian akan turun ke bawah secara penuh, tidak selonjoran. Posisi ini cukup nyaman untuk jarak jauh, minim pegal. Apalagi ada 2 buah arm rest untuk baris depan. Yang paling menarik, Nissan memberikan banyak sekali eco indicator untuk pengemudi mobil ini.
Kesannya, Nissan seolah ingin mengajak pengguna Nissan Serena untuk eco driving. Mulai dari lampu berpendar kehijauan yang menandakan eco pedal guide, lalu adanya Historis dan Eco Pedal Guide di MID, hingga adanya Eco Mode. Memang, secara logika, mobil sebesar Nissan Serena cukup susah untuk diajak irit – iritan. Tahun lalu, kami menguji mobil ini dan mencapatkan angka dalam kota di 9 km per liternya. Kali ini, kami mengajak Nissan Serena untuk melahap rute dalam dan luar kota sejauh 650 kilometer jauhnya. Hasilnya, di rute gabungan mampu menunjukkan angka 12,9 kilometer per liter. Bahkan, saat melahat rute tol kami sempat mencatat angka terbaik di 18,9 kilometer per liter.
Kesimpulannya, mobil seperti Nissan Serena masih bisa diajak irit, asal kita berkendara eco driving. Nah, poin paling penting dari Nissan Serena adalah duduk di bangku baris kedua, bukan menyetir. Duduk di baris keduanya juga lega dan cukup nyaman. Kursinya fleksibel, dan tentunya sudah captain seat, tak seperti generasi C26 di Indonesia. Sayangnya, Nissan Serena tak memiliki panoramic sunroof seperti rivalnya. Dan poin berikutnya adalah suspensi. Yap, sudah tak perlu dijelaskan lagi bahwa Nissan Serena memiliki suspensi yang empuk dan cenderung mengayun. Cocok untuk kalian yang ingin mencari kenyamanan.
Kesimpulan
Jadi, kesimpulannya, Nissan Serena C27 HWS hadir sebagai sebuah mobil keluar yang cukup komplit untuk segala keperluan. Mobil ini memiliki ruang lega, kompartemen melimpah, suspensi nyaman, dan juga kapasitas angkut yang besar. Kalaupun worstcase kalian harus menyetir mobil ini, nampaknya tidak sampai menjadi nightmare yang berlebihan. Memang Nissan Serena bukan mobil yang asyik dikendarai, namun setidaknya tidak membuat kita pusing tujuh keliling dengan dimensi dan pengendaraanya. Beberapa catatan yang harus kalian perhatikan ada pada konsumsi bahan bakar dan juga tidak adanya sunroof di mobil ini.
Untuk konsumsi bahan bakar, kalian bisa mengakalinya dengan melakukan pola berkendara eco driving dan memperhatikan setiap Eco Indikator yang disediakan. Sedangkan untuk sunroof, ikhlaskan saja. Nissan Serena bisa menjadi alternatif bagi kalian yang ingin naik ke segmen medium MPV tapi merasa ladder frame MPV yang banyak di jalan itu sudah terlalu mainstream. Selain itu, mobil ini juga bisa jadi pilihan kalau kalian mendambakan MPV boxy premium, namun tabungan belum cukup untuk meminang mobil tersebut. So, semua kembali ke kebutuhan kalian masing – masing.
AutonetMagz.com – Mungkin kalian sudah bosan dengan kabar inden Suzuki Jimny yang sudah mengular panjang, oleh karenanya kali ini kami tak akan membahas lagi perkara itu. Pun begitu dengan gosip mengenai produksi lokal Suzuki Jimny, tidak akan kami bahas. Kali ini, kami akan share pengalaman kami saat kami meminjam unit Suzuki Jimny dan digunakan sebagai daily car. Seperti apa rasanya? Yuk kita bahas lebih lanjut.
Sekilas Pandang
Oke, mungkin tak banyak yang akan kami bahas mengenai spesifikasi teknis dan fitur di mobil ini, karena sudah berulang kali kami membahasnya. Kalau dari sisi eksterior, bisa dikatakan Suzuki Jimny generasi terbaru ini cukup eye catching, namun masih mempertahankan ciri khas-nya sebagai SUV tradisional yang mengotak dan kompak. Suzuki Jimny menggunakan lampu depan membulat dan sudah LED dengan manual leveling. Di sisi depan juga ada foglamp dan headlampwasher. Sednag di sisi samping, Suzuki Jimny menggunakan ban berukuran 15 inci dengan velg berwarna gun metal.
Sedangkan di atapnya ada drip rails. Remnya cakram di depan dan drum di belakang. Pindah ke sisi belakang, tentunya Suzuki Jimny memiliki ban cadangan model konde yang menegaskan identitasnya. Selain itu ada juga HMSL, dan rear defogger. Masuk ke sisi dalam, aura macho nan mengotak masih bisa ditemui dengan mudah. Aura warna hitam di dashboard dan setir serta jok membuatnya terkesan sporty. AC sudah digital dengan climate control, ada cruise control, audio steering switch dan kontrol Bluetooth di setir, serta head unit 6,8 inci. Di bawah kontrol AC terdapat panel kontrol untuk HDC dan power window.
Oiya, central lock tidak ada dedicated tombol, jadi mengikuti locking di pintu sopir. Di sisi tengah ada tuas persneling dan dan transfercase. Kursi belakangnya terbilang cukupan, tidak ada ruang yang wah, pun begitu dengan bagasinya. Namun ada beberapa kompartemen tertutup di area bagasi untuk menyimpan peralatan. Untuk mesin, Suzuki Jimny mengandalkan mesin yang populer, yaitu K15B yang sama persis dengan milik Suzuki Ertiga. Ini merupakan poin penting, sehingga komponen mesinnya bisa dengan mudah didapatkan, walaupun mobilnya tidak mudah didapatkan.
Let’s Drive
Kami pun menggunakan Suzuki Jimny yang dipinjam dari UMC Suzukiini untuk mobil harian kami selama beberapa hari. Kalau bicara urusan impresi, tentunya rasa berkendara Suzuki Jimny masih sangat ladder frame sekali. Hanya saja, memang habitat dari Suzuki Jimny sejatinya bukanlah di jalanan mulus dalam kota. Walaupun begitu, mungkin ada banyak konsumen Suzuki Jimny yang malah tinggal di perkotaan besar. Oleh karenanya kami pun kepo dengan impresinya di dalam kota. Untuk menembus kemacetan kota Surabaya, Suzuki Jimny bisa dikatakan cukup nyaman dikendarai karena body-nya yang mungil namun posisi berkendara yang commanding.
Artinya, kalian bisa melihat situasi jalan dengan jelas, dan nyelempit di kemacetan dengan mudah berkat ukurannya yang kompak. Belum lagi banyak mobil yang akan ‘memberi jalan’ untuk Suzuki Jimny karena mereka ingin mengamati mobil ini lebih lama. Yap, Suzuki Jimny adalah mobil yang cocok bagi kalian si attention seeker. Banyak mata akan tertuju pada mobil ini di jalanan kota besar, apalagi unit yang kami pinjam dari UMC Suzuki adalah si hero color, Kinetic Yellow dengan atap Bluish Black Pearl 3. Bahkan, saat kami mengambil unitnya di UMC Suzuki Ahmad Yani, ada beberapa orang pengendara motor yang kedapatan memotret dan merekam unit ini.
Secara pengendaraan, Suzuki Jimny tidak memiliki handling yang agile di jalanan mulus. Selain itu, suspensinya juga mental – mentul, karena setting suspensinya memang tidak untuk melahap jalanan mulus. Oleh karenanya, kalau kalian beralih dari mobil monokok ke Suzuki Jimny, dan digunakan di dalam kota, tentu kalian perlu membiasakan diri. Peredaman kabinnya terbilang bagus, namun feeling pedalnya masih mirip mobil – mobil K15B lainnya. Untuk peforma mesin, mesin K15B sebenarnya cukup untuk kebutuhan dalam kota, apalagi konsumsi BBM-nya terbilang oke. Kami hanya menggunakan mode 2H saja di dalam kota, dan mendapatkan angka 12 kilometer per liter dengan gaya berkedara eco driving.
Kesimpulan
Kesimpulannya, Suzuki Jimny versi terbaru ini awalnya bak menjelma sebagai SUV macho nan funky yang bisa hidup di 2 dunia, perkotaan dan offroad ringan. Dan memang benar, di perkotaan mobil ini menjadi pusat perhatian, namun masih bisa melahap medan offroad. Hanya saja, kalau kalian memutuskan membeli Suzuki Jimny untuk penggunaan dalam kota saja, maka kalian harus menerima konsekuensi dalam hal handling dan bantingannya. Tapi, bayarannya ada pada pride yang kalian akan dapatkan saat semua mata tertuju pada Suzuki Jimny kalian. Thank you so much pada UMC Suzuki yang sudah meminjamkan kami unit Suzuki Jimny.
Tapi tenang saja, tak ada campur tangan pihak Suzuki terhadap bahasan kali ini. FYI, Suzuki Jimny saat ini sudah tidak dibuka lagi keran pemesanannya karena inden yang mengular. Namun sekedar tambahan wawasan saja, Suzuki Jimny kini dipasarkan dengan harga mulai 382,5 jutaan Rupiah hingga 398 jutaan Rupiah OTR Jakarta. Apa tanggapan kalian, kawan?
AutonetMagz.com – Pada minggu lalu, 12 Januari 2021, Nissan Indonesia mengundang beberapa jurnalis, termasuk Autonetmagz untuk melakukan First Drive mobil andalan terbaru mereka, yaitu Nissan Magnite di markas besar Nissan Indonesia di MT Haryono, bagaimana impresinya? Pantenign artikel ini sampai habis.
Sekilas Pandang
Tentu saja di event ini semua yg berpartisipasi diwajibkan untuk melakukan test swab antigen dahulu, dan AutonetMagz semuanya negative Corona jadi siap untuku nyetir. Sebelum masuk ke impresi berkendaranya, kami sempat melihat secara detail andalan terbaru Nissan di segment small SUV ini, dan kami akui desain Nissan Magnite terlihat modern untuk kelasnya. Nissan Maginte hadir dengan beberapa detail yang amat baik disematkan di eksterior dan interiornya.
Hanya saja, sayangnya desain grille depan Nissan Maginte masih terlihat seperti Datsun dan tidak mengadopsi V-Motion grille yg menjadi ciri khas mobil-mobil Nissan. Setelah kunci di tangan, sampailah kesempatan kami untuk mencoba si Nissan Magnite, dan memang ketika mesin dinyalakan, getaran mesin 3 silinder turbonya lumayan terasa sampai ke dalam kabin, tapi that’s it, setelah idle, mesin berputar cukup halus, dan tiba saatnya kita gas jalan.
Let’s Drive
Unit yang kami coba adalah tipe Premium dan menggunakan CVT, impresi pertamanya cukup mengejutkan, karena mobil berjalan dengan halus ketika tuas transmisi kami pindahkan ke ‘D’ dan getaran tidak terlalu terasa ketika kami gas perlahan, kembali lagi, kontribusi CVT nya membuat mobil ini lumayan terasa di atas kelasnya. Keluar dari parkiran gedung Indomobil yang sempit juga langsung terasa dengan dimensi di bawah 4 meter. Nissan Magnite ini memang lincah dan kompak, karena manuver melalui lahan parkir baik masuk maupun keluar amat mudah dilakukan yang membuat mobil ini cocok untuk orang yang baru belajar mengemudi.
Di kesempatan jalan menuju Tebet, kami mencoba si Nissan Magnite melewati jalan agak jelek di dekat konstruksi kereta layang, dan terasa bantingan agak kaku yang berefek positif untuk handlingnya namun memang tidak terlalu menunjang kenyamanan. Ditambah, peredaman yang menurut kami hanya satu level lebih baik dari mobil-mobil Datsun kurang menyakinkan kami bahwa ini adalah mobil Nissan sepenuhnya. Tetapi segala kekurangan tersebut ternyata tertutup dari segi performa.
Ketika ada kesempatan jalan agak kosong, kami mencoba akselerasi dan respon CVT si Nissan Magnite, secara mengejutkan amatlah baik untuk mobil di kelasnya. Jejak CVT Nissan yang biasanya terlalu halus atau agak ‘telat’ dalam merespon injakan pedal gas dapat tertutupi oleh turbonya yang biarpun masih ada sedikit jeda namun membuat mobil terasa lebih agresif namun masih tetap halus. Sayangnya kondisi lalu lintas sore hari di daerah MT Haryono tidaklah memungkinkan kami untuk mengeksplorasi lebih jauh si mesin turbo baru ini yang berkode HRA0 ini.
Mungkin kami memang harus meminjam mobil ini lebih lama untuk lebih maksimal mengenali karakternya, terutama performanya ketika melaju di jalan tol dan juga efisiensinya
Kesimpulan
Kesimpulan singkatnya, Nissan Magnite ini adalah sebuah mobil Nissan yang lumayan terjangkau karena tetap menggunakan basis Datsun untuk menekan biaya, dan masih memiliki beberapa kekurangan yang belum membuatnya pantas untuk disebut 100% berdarah Nissan, namun dengan mesin baru ini, dan kami merasa Nissan Magnite sebenarnya punya potensi yang lebih jauh lagi, karena mesin baru ini ternyata punya respon yang baik, ditunjang dengan CVT yang lumayan responsif dan handling yang cukup menyenangkan untuk sebuah mobil kompak.
Andai saja waktu pengujian lebih lama, sehingga kami bisa mengeksplor lebih jauh karakter dari mesin terbaru ini dan juga efisiensinya ketika digunakan harian, tapi secara sekilas kami rasa mobil ini lumayan bisa mengangkat kembali eksistensi Nissan di tanah air dengan modal mesin dan desainnya yang atraktif. Jadi, bagaimana tanggapan kalian, kawan?
Agar lebih jelas, kami buatkan video review first drive Nissan Magnite yang bisa Anda tonton dibawah ini.
AutonetMagz.com – Resmi hadir di Indonesia pada akhir Maret lalu, akhirnya kami berkesempatan untuk mencoba Royal Enfield (RE) Meteor 350 untuk jangka waktu yang cukup panjang. Cruiser pabrikan yang dibawahi Eicher Group ini membuat kami penasaran soal kualitas pengerjaan hingga vibrasi mesin seri terbarunya. Sempat kami tes untuk penggunaan dalam hingga luar kota, apakah RE Meteor 350 sesuai dengan ekspektasi kami?
Kombinasi Gaya Klasik Futuristik
Melihat dari segi desain panel bodi hingga instrument cluster, RE terlihat memamerkan ciri khas totally classic-nya dengan lantang pada sang Meteor 350. Dari mulai bentuk lampu depan belakang, instrument cluster, panel bodi dan tangki bensin teardrop, bentuk switchgear, hingga kontur jok, semuanya klasik abis! Lampunya sendiri menggunakan LED untuk DRL dan halogen sebagai penerangan, saat dicoba pada malam hari terang banget. Walaupun sayang pemakaian velg-nya bukan model jari-jari, tapi velg alloy berukuran 19″ di depan dan 17″ belakang masih cocok lah dengan bentuk ala charriot wheel.
Masuk ke bagian interface pengendara, switchgear terdiri dari dial engine cut off dan pengaturan lampu ala motor jadul, hazard, serta tombol informasi untuk mengubah tampilan MID dari Odo ke Trip A dan B. Namun sayang build quaility dari switchgear-nya masih kasar nih. Lalu bagaimana dengan pengoperasian pod navigasi TBT-nya? Semuanya dioperasikan lewat smartphone pengendara yang sudah terkoneksi, jadi tampilan dari pod navigasi ini bergantung pada si smartphone tanpa bisa diatur sendiri lewat motor.
Cruiser Untuk Dalam Dan Luar Kota
Saatnya kita coba jalan, let’s go! Nah soal riding position, seat height 765 mm sudah terasa nyaman untuk test rider kami yang memiliki tinggi 165 cmuntuk bisa menapak dengan sempurna. Joknya walaupun tidak terlalu empuk, untuk perjalanan sejauh 200+ km tetap tidak melelahkan karena posisi berkendara khas motor cruiser yang santai selonjoran. Namun sayang untuk jok pembonceng masih terasa keras baik untuk jarak dekat sekalipun. Soal kaki-kaki, suspensi depan 41 mm dengan travel 130 mm serta preload 6-steps di belakang sangat menunjang kenyamanan maupun melakukan manuver dalam berkendara, nice one RE.
Bahas mesin baru seri J1-nya, ternyata vibrasi pada Meteor 350 jauh lebih halus dibandingkan dengan model RE terdahulu berkat balancer shaft, jadi bye-bye getar membahana. Dengan transmisi 5-percepatan dan 7-plate clutch serta sasis double-cradle spline downtube, motor dengan dimensi 2.140 mm x 845 mm ini terasa mudah melewati sibuknya rush hour kota Jakarta, malah terkadang lupa bawa motor sebesar ini. Namun catatan untuk Royal Enfield kedepannya, mesin dengan output 20,2 bhp dan torsi 27 Nm ini masih berpotensi diberikan nafas yang lebih panjang. Begitupun juga untuk rem ByBre-nya, masih bisa lebih pakem lagi terutama untuk roda depan.
Keberhasilan Royal Enfield Meracik Motor Cruiser
Overall RE Meteor 350 memang memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dari sebuah cruiser, bahkan baik penggunaan dalam maupun luar kota tetap terasa nyaman. Mesin overstroke yang minim getaran dan suara khas ‘thumping‘ RE pada putaran bawah serta build quality mumpuni, semakin membuat hati tertarik untuk meminang pengganti Thunderbird 350X ini. Walau switchgear, nafas mesin, serta pengeremannya masih bisa ditingkatkan lagi. Kudos buat pihak Royal Enfield yang telah mendengarkan keluhan para penggunanya dan berinovasi dengan fitur navigasi TBT yang terintegrasi, two thumbs up.
Jadi dengan range harga Rp 85 – 87 jutaan (off the road), apakah kelebihan pada faktor fitur, kenyamanan, mesin, serta style klasik RE Meteor 350 dapat memikat dompetmu? Satu hal yang dapat kami pastikan, motor ini sudah lebih refine dibandingkan dengan model RE lainnya. Berikan komentarmu soal RE Meteor 350 pada kolom di bawah, dan jangan lupa kunjungi galeri untuk melihat detail dari sang entry-level cruiser RE.
AutonetMagz.com – Segmen small SUV di Indonesia kini tengah naik daun. Dimulai dengan kedatangan KIA Sonet di pertengahan tahun 2020 silam, disusul oleh Nissan Magnite di penghujung 2020 dan duo Astra beberapa bulan lalu. Segmen ini langsung melejit dan menjadi salah satu primadona baru bagi konsumen Indonesia. Namun, dari keempat pemain di level ini, ada satu nama yang nampaknya belum bisa bersinar terang. Dan mobil itu adalah Nissan Magnite. Padahal, mobil ini menawarkan paket yang menarik dengan bungkus yang cantik. Masalahnya ada pada suplai dari Renault Nissan India di Chennai yang sangat terbatas. Tingginya antusiasme publik India pada Nissan Magnite berujung pada kecilnya kuota ekspor, termasuk ke Indonesia.
Alhasil, setelah 8 bulan lebih diluncurkan di Indonesia, unit – unit Nissan Magnite baru mulai terkirim ke tangan konsumen dan sejumlah diler di Indonesia sebagai unit display. Tim AutonetMagz sendiri cukup beruntung karena bisa 3 kali berinteraksi dengan Nissan Magnite, termasuk membawanya ke luar kota dan mengetes impresinya. Video reviewnya bisa kalian tonton di channel Youtube AutonetMagz. Kali ini, tim satelit di Surabaya juga mendapatkan kesempatan untuk mencoba Nissan Magnite tipe Premium, alias tipe tertinggi. Dan kali ini kami mencoba untuk melihat Nissan Magnite dari sisi yang berbeda dengan bahasan di Youtube. Kami menggunakan Nissan Magnite untuk aktivitas di dalam kota, termasuk membelah jalanan Surabaya di jam – jam macet, seperti jam pulang kerja. Lantas, seperti apa impresi mobil ini?
Torsi Mantap, Bikin Pecicilan
Kalau kalian sudah menonton video review Nissan Magnite di channel Youtube AutonetMagz, maka kalian pasti tahu bahwa kedua reviewer kami yaitu Audy dan Grady berpendapat bahwa mobil ini lincah. Dan benar saja, saat menggunakan mobil ini di jalanan Surabaya, Nissan Magnite sangat mudah untuk diajak bermanuver. Setir yang enteng nampaknya akan menjadi poin menarik bagi kaum hawa, ataupun mereka yang ingin mobil bergaya easy going. Walaupun sebenarnya setir yang enteng ini justru membunuh feeling dari steering itu sendiri. Tapi, memang Nissan Magnite tidak menyasar driving enthusiast. Pedal gas sama seperti mobil jaman now, sekali toel sudah lari. Sedangkan pedal rem harus ditekan sedikit dalam hingga rem bisa engage. Sayangnya, untuk sebuah mobil automatic, ukuran pedal rem mobil ini terlalu kecil. Bagaimana konsumsi BBM? Kami mendapatkan angka 13,9 km/liter saat membelah jalanan dari Surabaya Timur ke Barat melalui rute yang padat. Nice.
Untuk urusan mesin, Nissan Magnite mengandalkan mesin 1.000cc 3 silinder turbo berkode HRA0DET. Tenaganya hanya 99 hp pada 5.000 rpm, tapi torsinya 160 Nm mulai 2.800 rpm. Tenaganya tak superior, namun torsinya cukup besar untuk mobil yang panjangnya tak sampai 4 meter ini. Alhasil, berkendara dengan Nissan Magnite di dalam kota bisa dikatakan cukup asyik. Tak perlu effort besar untuk berakselerasi. Awalnya kami sedikit ragu dengan peforma CVT mobil ini, namun ternyata responnya diluar ekspektasi. Rubber bandeffect-nya masih bisa ditolerir, dan saat kick down, responnya juga cukup baik. Kalaupun ada yang ingin kami kritisi soal mesin dan transmisi ada pada saat idle atau mulai berjalan. Getaran mesin khas 3 silinder masih terasa jelas saat mesin idle dan saat berjalan dengan kecepatan rendah (crawling). Sedangkan transmisinya terasa ada sensasi ‘jedug‘ saat berpindah dari N ke D, mirip dengan Wuling Cortez CT CVT. Namun, sensasi ini tidak selalu kami temui saat berganti gigi.
Untuk suspensi, bisa dikatakan Nissan Magnite memiliki supensi yang moderat. Tak bisa dibilang keras sampai gubrak – gubrak, namun bukan yang tipikal lembut mengayun juga. Saat mobil yang sama dites tim AutonetMagz di jalan Tol beberapa bulan lalu, sensasinya lebih ke arah stiff namun dengan rebound yang kurang cepat. Khas budget suspension. Namun, untuk penggunaan dalam kota, Nissan Magnite terbilang nyaman. Set suspensi depan terasa lebih kaku, dan suspensi belakang lebih nyaman. Saat melewati polisi tidur pun mobil ini masih bisa meredam dengan baik. Sedangkan masalah keheningan kabin, suara ban dan road noise memang masih jadi pekerjaan rumah untuk Nissan. Sedangkan suara mesin juga masih masuk, terutama saat idle dan saat mesin diajak berlari dengan putara mesin diatas 3.000 rpm. Bahkan seorang kawan berceletuk, “kok seperti mesin diesel ya?”. Tapi semua itu akan hilang saat kalian memutar lagu di dalam kabin mobil ini. life hack.
Interior Praktis & Modern, Tapi…
Geser ke masalah interior, jujur saja interior mobil ini terkesan modern dan cukup enak dipandang. Namun, yang enak dipandang belum tentu enak dipegang. Ada beberapa bagian plastik di kabin Nissan Magnite yang secara build quality dan finishing kurang oke. Seperti plastik di area bawah setir dan di konsol tengah. Dashboard mobil ini juga didominasi bahan plastik, tak ada bahan empuk sama sekali. Namun, kami mengapresiasi penggunaan fabric di doortrim, yang bahkan juga diaplikasikan ke pintu baris kedua. Kami juga apresiasi model konsol tengah dengan ruang penyimpanan terbuka yang dibuat 2 level, seperti saudaranya, Renault Triber. Glovebox mobil ini juga cukup besar dan sudah dilengkapi lampu, dan kantong pintunya juga terbilang besar. AC Digitalnya juga cukup dingin untuk mendinginkan hati di panasnya kota Surabaya.
Arah pengatur semburan AC juga lengkap, ada mode Auto, dan bisa disetel untuk defogger depan dan belakang. Sedangkan head unit-nya secara ukuran cukup pas, ada banyak mode konektivitas termasuk android auto. Oiya, di dalam head unit ini juga ada fitur Eco yang bisa memberikan ‘nilai rapor’ dari peforma kaki kalian. Ada juga eco coaching untuk membimbing kalian bagaimana berkendara ramah lingkungan. Ada kamera 360 derajat yang tombolnya menjadi satu dengan head unit, namun kami menilai bahwa kualitas kameranya kurang bagus. Panel instrumen Nissan Magnite adalah bagian yang kami paling suka. Ada animasi keren saat mobil menyala, dan seluruh panelnya sudah digital. Indikator bensin di kanan, dan indikator suhu (bar) mobil di kiri. Di sisi tengah ada layar kotak yang menyajikan beberapa informasi penting.
Di tampilan awal, akan ada tachometer besar dengan warna mencolok, dan speedometer di sisi bawahnya yang berdampingan dengan informasi posisi gigi. Di pojok – pojok layar kotak ini ada odometer, tripmeter A dan B, indikator suhu (derajat), dan juga jam digital. Indikator sport mode, foglamp dan lampu juga mengisi layar utama ini. Begitu kita menggeser layar ke mode lain, akan muncul mode Eco yang memperlihatkan bar dari seberapa dalam kita menginjak pedal gas. Ada rata – rata konsumsi BBM yang akan selalu di-reset setiap mobil mati, dan juga history dari capaian FC yang berhasil kita raih. Mode berikutnya menunjukkan kombinasi drive computer yang memperlihatkan lama berkendara, jarak tempuh, dan rata – rata kecepatan. Di bagian ini bisa dipilang paling komplit, karena menampilkan juga tachometer dan indikator eco driving seperti di mode kedua. Mode terakhir hanya untuk mengatur kecerahan dari panel instrumennya.
Kursi dari Nissan Magnite tak bisa dibilang tebal, namun cukup enak untuk menopang badan. Pengaturan kursinya juga cukup fleksibel, namun tidak untuk pengaturan setir. Setirnya hanya bisa tilt saja, dan posisinya agak sedikit rebah. Posisi berkendara Nissan Magnite juga sangat commanding, khas SUV. Satu detail yang kami sadari adalah kedalaman dashboard dari kaca depan ke driver terbilang pendek, mengingatkan kami pada sejumlah mobil yang kami temui di India. Di baris kedua, penumpang Nissan Magnite juga tak akan dianak tirikan. Masih ada kisi AC sebanyak 2 buah, kantong di belakang bangku depan, dan port 12volt. Oiya, ada armrest dengan 2 buah cup holder dan juga gadget holder. Detail yang biasanya dilupakan. Bagasinya juga terbilang besar untuk mobil kompak, namun kami sayangkan bibir bagasinya cukup tinggi.
Kesimpulan
Jadi, apa kesimpulannya? Nissan Magnite adalah mobil yang bisa kalian pertimbangkan untuk penggunaan dalam kota, terutama kalau kalian ingin mobil yang lincah, mudah dikendarai, dan torsinya mumpuni. Tampilannya yang kalem dengan wajah modern membuatnya terlihat cantik di perkotaan. Kabin mobil ini luas, fiturnya lumayan, namun ada beberapa catatan dari build quality. Mesinnya juga bisa diandalkan di dalam kota, dan konsumsi BBM-nya terbilang irit. Sayangnya, masalah getaran mesin dan juga keheningan kabin nampaknya perlu kalian pertimbangkan. Diluar itu, Nissan Magnite adalah paket komplit yang menarik untuk mobilisasi perkotaan, atau mungkin sedikit keluar kota. Semoga suplai mobil ini bisa membaik di masa depan. Jadi, bagaimana menurut kalian, kawan?
YANG KAMI SUKA :
+ Mesin bertorsi besar yang enak untuk pecicilan di jalan perkotaan + Lampu depan Full LED yang terang + Radius Putar Patah + AC Digital dengan mode Auto dan pengaturan lengkap + Ruang penyimpanan berlimpah + Kualitas Audio Bagus + Panel Instrumen full Digital yang modern + Konsumsi BBM
YANG KAMI KRITISI :
– Kualitas plastik interior dan finishing – Getaran Mesin 3 silinder – Suara mesin, kolong, dan ban (keheningan kabin) – Posisi setir kurang tegak – Pedal rem kekecilan – Kamera 360 kualitasnya begitulan
AutonetMagz.com – Menjadi pemain baru dalam pasar otomotif Indonesia memiliki tantangan tersendiri untuk pabrikan yang sedang melakoninya. Baik itu persaingan produk hingga ‘image‘ di mata masyarakat yang harus selalu dijaga, pabrikan otomotif yang melakukan debutnya di Indonesia harus membuktikan bahwa mereka layak untuk meramaikan pasar kendaraan. Seperti halnya Morris Garage (MG) yang melakukan debut perdananya di Indonesia pada awal semester 2020 dan langsung konsisten menyegarkan lini modelnya. Kini pada Kamis (09/09), PT MG Motor Indonesia kembali menunjukan ‘taji’-nya lewat peluncuran model New MG ZS.
New MG ZS, Lebih Premium Luar Dan Dalam
Sebelum membahas seputar eksterior dan interior, perlu diperhatikan kalau gelar ‘new‘ pada MG ZS ini bukan ‘all-new‘ ya jadi MG ZS kali ini bisa disebut sebagai facelift. Lanjut perihal eksteriornya, terlihat bahwa kini New MG ZS menganut garis desain ‘third-gen‘ MG layaknya MG One, MG 6 Pro, dan MG 5 2021. Adapun ubahan yang terjadi terdapat di bagian headlights, grille, bemper depan, chrome garnish pada handel pintu, velg dual tonetomahawk-style, taillights, dan bemper belakang. Jauh lebih agresif dibandingkan dengan ZS terdahulu bukan?
Masuk ke dalam interiornya, kita akan disambut dengan nuansa premium yang jauh lebih terasa. Dengan bahan soft-touch yang membungkus dasbor keseluruhan, layar infotainment digital 7-inci, head unit 10,1-inci yang support Apple CarPlay dan Android Auto, electric adjust driving seat, dan total lima slot USB. Perpaduan warna hitam serta coklat beige semakin menambah kesan premium di dalam interior, terlebih dengan dipertahankannya panoramic sunroof yang membuat cahaya natural masuk ke dalam kabin. Overall dari penglihatan, New MG ZS ini asik dibawa nongkrong terutama buat Gen Z dan Milenial.
Fitur Safety Bertambah, Namun Rasa Berkendaranya?
Membicarakan soal fitur safety, New MG ZS kini sudah dilengkapi dengan 6 titik airbag, hill decent control, auto brake hold, dan kamera 360 lengkap dengan proyeksi 3D. Untuk mesinnya sendiri masih menggunakan 15S4C (1.500cc 4-inline), namun kini dikawinkan dengan transmisi CVT 8-speed dari Aisin. Melihat dari spesifikasi di atas kertas, output dari mesin tersebut masih tidak berubah, 112 hp dengan torsi 150 Nm. Begitupun soal kaki-kaki, roda depan tetap macpherson strut independent sementara di belakang masih menggunakan torsion beam.
Setelah mencoba selama kurang lebih tiga hari, New MG ZS ini secara tampilan memang sangat appealing. Dari segi desain hingga build quality pada interior mengalami improvement yang sangat bagus. Nilai plus untuk banyaknya fitur yang ditawarkan pada infotainment display maupun head unit. Pada New MG ZS ini juga terlihat arah desain MG kedepannya ingin seperti apa, ya walaupun masih bisa di-‘cocoklogi’-kan. Sayangnya modelan yang cocok dibawa ke tongkrongan ini tidak sejalan dengan rasa berkendaranya yang masih terasa hambar. Setir kurang akurat, respon gas yang delay, serta suspensi yang terlalu empuk membuat New MG ZS ini lebih cocok untuk anak muda yang santai dalam menjalani hidup.
Memiliki pilihan warna Scarlet Red, Black Knight, Arctic White, dan Silver Metallic, New MG ZS kini terbagi menjadi tiga trim. Adapun pilihannya dimulai dari Activate, Ignite, dan Magnify. Lewat segi eksterior, interior, fitur, hingga mesin, bagaimana menurutmu soal New MG ZS ini? Apakah bisa bersaing dengan manufaktur roda empat lainnya? Apakah sesuai dengan tagline ‘amazing style of you‘ yang mengedepankan gaya hidup Gen Z dan Milenial? Berikan komentar terbaikmu pada kolom di bawah.
AutonetMagz.com – Dalam gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021 PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) baru saja meluncurkan new Mitsubishi Xpander 2021 terbaru. Bukan hanya tampilannya yang berubah jadi lebih up to date, tapi dari segi suspensi dan transmisi juga turut berbeda. Kali ini kami berkesempatan untuk menguji Xpander facelift di Bridgestone Proving Ground, Karawang pada Senin (15/11) lalu guna mengetahui seperti apa perubahannya.
Pengendalian Lebih Baik Berkat Ubahan Suspensi
Pertama kita bahas soal suspensi. Setting suspensi baru membuat Xpander Ultimate memiliki Ground clearance 220 mm untuk yang tipe AT dan 225mm untuk tipe MT. Sudah setara seperti ground clearance mobil LSUV sebenarnya untuk jarak ground clearance tersebut dihitung dari crossmember depan yang juga menopang transmisi. Penambahan tinggi ground clearance juga disebabkan dari naiknya diameter velg dari 16 menjadi 17 inci untuk tipe Xpander Ultimate. Memang sangat disayangkan untuk Xpander tipe Sport dan Exceed yang dulunya memiliki velg yang sama dengan Ultimate, di facelift kali ini hanya tipe Ultimate saja yang memiliki ukuran 17 inci dual tone.
Yang lebih spesial lagi untuk suspensi belakang, sekarang Xpander menggunakan shockbreaker dengan diameter yang sama besar dengan Mitsubishi Pajero Sport. Perubahan suspensi belakang ini membuat pengendalian Xpander yang sebelumnya adalah salah satu mobil paling nyaman dikelasnya menjadi lebih nyaman lagi dan lebih fun to drive. Kami mencoba melakukan slalom di kecepatan 80km/h dengan kondisi traction control off dan hasilnya lumayan mengejutkan. Bagian belakang Xpander tetap menapak dan bergerak sesuai arahan setir, tidak terasa gejala oversteer sama sekali. Memang body-roll masih sangat terasa tapi arah mobil tetap terbaca sehingga kami bisa merasakan limit mobil.
Untuk melewati jalan rusak dan bergelombang, suspensi Xpander facelift 2021 juga menjadi semakin nyaman. Suspensi dapat meredam guncangan dengan baik sehingga penumpang tidak terpental-pental. Perpaduan performa dan kenyamanan suspensinya adalah yang terbaik di kelasnya menurut kami. Tapi lain hal dengan transmisinya. Xpander facelift 2021 kini menggunakan transmisi CVT menggantikan transmisi matic 4 percepatan konvensional.
Dari awal mendengar kalau Xpander menggunakan transmisi CVT, kami sudah menduga performanya bakal terasa lamban. Benar saja, saat kami coba akselerasi Xpander terasa berat meskipun respon transmisi jadi lebih cepat dan terasa lebih halus. Oiya, untuk tenaga mesin Xpander facelift masih sama seperti sebelumnya yaitu 104 HP dan 141NM. Apabila kalian ingin menikmati potensi Xpander yang sebenarnya, kami sarankan untuk coba transmisi yang manual, sangat jauh berbeda.
Selain itu ada satu catatan dari kami dari segi pengereman, khususnya untuk Xpander dengan transmisi matic. Masalah pengereman yang terasa diving masih belum ada perbaikan. Pengereman harus dilakukan dengan halus dan dari jarak jauh, kalau tidak, pasti bisa membuat penumpang mual. Sayangnya masalah ini belum diperbaiki di Xpander facelift 2021. Overall kami cukup puas dengan performa Xpander facelift. Mitsubishi terus membuat improvement untuk Xpander menjadi semakin nyaman dan fun to drive. Memang kalau dari fitur, Xpander bukan yang tercanggih, tapi dari segi refinement masih jadi yang terbaik di kelasnya.
AutonetMagz.com – Pasar LSUV dan LMPV di Indonesia yang makin bergejolak saat ini tentu saja dipenuhi oleh para jagoan-jagoan terbaru dari tiap pabrikan. Dan Honda sebagai salah satu pabrikan mobil terbesar di Indonesia tentu saja tidak ingin ketinggalan untuk meramaikan segmen ini dengan Generasi kedua Honda BR-V. Model terbaru yang diperkenalkan beberapa bulan sebelum GIIAS 2021 kemarin ini sebenarnya cukup menarik perhatian publik, namun memang gaungnya sempat agak tenggelam dilibas oleh duet Toyota Avanza – Daihatsu Xenia dan juga Mitsubishi Xpander facelift.
Membandingkan Impresi BR-V Lama & Baru
Namun di kesempatan baru-baru ini, Honda Prospect Motor (HPM) selaku APM brand Honda di Indonesia mengundang AutonetMagz untuk merasakan bagaimana impresi dari si generasi kedua Honda BR-V. Yang mana menurut mereka memiliki sensasi yang berbeda jauh dibanding generasi pertamanya. Lantas, apakah benar berbeda? Atau hanya jargon saja dari HPM? Mari kita cari tahu. Media Test Drive yang dilaksanakan di dalam sirkuit test HPM sendiri bersifat terbatas, karena hanya segelintir media saja yang diundang, dan bagusnya lagi, mereka juga menyediakan model Honda BR-V lama untuk dicoba juga di rute yang sama. Tentu tujuannya agar kita bisa merasakan langsung perbedaan generasi terbaru ini. Giliran pertama kami yaitu mencoba Honda BR-V lama mengelilingi sirkuit kecil milik HPM. Disini kami merasakan bahwa biarpun Honda BR-V terasa lebih empuk dibanding Honda Mobilio yang menjadi basisnya, namun tetap saja masih terasa agak kasar dari segi bantingannya.
Terutama ketika melindas kerb seperti speed trap di straight sirkuit, dan peredaman kabin yang kurang untuk di kelasnya. Untung saja handling dan performa Honda BR-V lama masih cukup bisa dibilang ‘Fun’ di segmennya. Sekarang Saatnya mencoba sang New Honda BR-V. Kesan pertama begitu menutup pintu adalah model gen kedua ini jauh lebih hening dibanding pendahulunya. Dan memang dari info yang diberikan HPM, mereka telah menambah titik – titik peredaman pada bagian engine bay, pintu, fender, dan penambahan foam peredam pada tepian bawah chassis dekat pintu yang turut mempengaruhi kekedapan kabin. Selain itu, mesin yang diguanakan adalah mesin baru yang sama dengan yang disematkan di Honda City juga mendapat sedikit sentuhan di bagian kurva torsi yang lebih baik di rpm bawah. Ini sangat terasa ketika kami melakukan akselerasi selepas tikungan hairpin, dimana New Honda BR-V terasa lebih responsif di rpm bawah sampai kecepatan 60-80 kph, selepas dari itu performanya kami nilai mirip dengan versi lamanya.
Suspensi Jadi Poin Penting
Satu update lagi yang menurut kami sebuah game changer adalah pada setup suspensinya. Biarpun masih menggunakan kombinasi McPherson strut di depan dan Torsion beam di belakang, New Honda BR-V terasa lebih seimbang dari segi kemampuan meredam kerb dan speed trap dengan baik, namun juga masih memberikan kestabilan ketika melewati cone dengan slalom. Di sesi slalom ini, New Honda BR-V terasa lebih nurut dengan pergerakan buntut yang lebih terkontrol dan tendensi understeer yang lebih kecil dibanding versi lama. Jadi bisa dibilang new Honda BR-V sekarang jauh lebih punya karakter ‘FUN’ yang umumnya ditemui di mobil-mobil Eropa yang lebih mahal. Walaupun sebenarnya kesan ‘plastik’ dan desain interior yang menurut kami bisa lebih baik lagi masih membuat kami sadar bahwa kami masih mengemudikan sebuah Honda. Bukan sebuah mobil eropa.
Kesimpulannya? Dari sesi Test Drive singkat ini bisa membuat kami mendapatkan impresi bahwa New Honda BR-V generasi kedua menawarkan refinement berkendara yang berbeda dibanding rivalnya. Mobil ini jadi lebih hening, lebih balance redamannya, dan lebih fun dari segi handling-nya, ditambah juga performa mesin yang lebih torqy di putaran bawah yang akan membantu di dalam kondisi stop n go. Sayang saja sesi driving kali ini terlalu singkat untuk lebih jauh mengeksplor si New BR-V, yang pasti, pengajuan pinjaman untuk pembuatan video detail bahkan komparasinya melawan rivalnya sudah kami ajukan, jadi ditunggu saja yah. Bagaimana pendapat kalian, kawan?
AutonetMagz.com – Sebagai mobil yang mendapatkan predikat ‘mobil sejuta umat’, kehadiran All New Toyota Avanza dan All New Toyota Veloz memang sangat dinantikan. Apalagi, generasi yang sebelumnya berusia 1 dekade. Sebuah usia yang cukup panjang untuk LMPV. Oleh karenanya, mencoba kedua mobil ini tentunya merupakan salah satu wishlist kami di urutan teratas. Dan thank God, kami mendapatkan kesempatan itu beberapa kali. Sebelumnya, kami sudah mencoba All New Toyota Veloz dengan rute Makassar – Bulukumba sejauh 200 kilometer. Dan kali ini, kami mencoba All New Toyota Veloz dengan rute jalanan Bali. Lantas, bagaimana impresinya? Jauh lebih enak dari yang lama? Simak di artikel ini.
Veloz Baru Lebih Enak Disetir, Tapi…..
Perubahan format RWD menjadi FWD di All New Toyota Veloz berhasil mengubah banyak hal yang krusial di mobil ini. Pertama, karena menggunakan FWD, maka secara tidak langsung respon mesin saat gas diinjak jadi lebih spontan. Apalagi faktanya All New Toyota Veloz menggunakan D-CVT yang memiliki planetary gear untuk memberikan sentakan yang lebih kuat di awal. Mobil ini pun masih tergolong lincah untuk dikendarai. Malahan, rasa berkendaranya jadi jauh lebih mirip Toyota Raize, namun dengan body yang lebih bongsor dan juga getaran yang jauh lebih minim. Ngomong – ngomong masalah mesin, All New Toyota Veloz masih menggunakan mesin 2NR-VE yang sama dengan versi lawasn, hanya saja format penempatannya kini berubah untuk mengakomodir sistem gerak roda depan. Untuk peforma, walaupun mesin di All New Toyota Veloz masih sama, namun ubahan format jadi FWD memberikan mesin ini rasa berkendara yang lebih baik.
Penambahan fitur Toyota Safety Sense (TSS) di mobil ini juga bisa kami rasakan dengan baik manfaatnya. Apalagi kami juga sempat membuktikan efektifnya fitur Pre-Collision System di mobil ini saat berkendara di Makassar lalu saat @hillarius-satrio sempat meleng untuk sesaat. Fitur ini bekerja dengan baik walaupun memang agak sedikit kasar. Selain itu, fitur rear cross traffic alert dan juga blind spot warning juga memainkan peran yang penting saat kami harus membelah jalanan Denpasar yang kini perlahan mulai ramai dan tak jarang macet. Saat melewati Tol Bali Mandara, fitur lane departure assist juga sigap memberikan peringatan saat kami terlena dan mobil keluar jalur. Nah, dari kondisi – kondisi inilah kami menyadari bahwa penyematan fitur TSS bukan sekedar gimmick belaka, namun juga bekerja sesuai dengan kondisi yang ada. Selain itu, fitur lain seperti EPB dengan AutoHold, VSC, dan HSA memberikan tambahan rasa pede bagi kami saat melahap jalanan nanjak dan macet. Kamera 360-nya juga memberikan citra samping kanan dan kiri setiap kali kami menyalakan lampu sein. Good job. Walaupun kadang mengganggu.
Lebih Enak Lagi Jadi Penumpang
Jikalau impresi mengendarai All New Toyota Veloz berakhir positif, maka hal yang sama juga terjadi saat kami duduk di bangku baris kedua dan ketiga. Ruang kepala dan ruang kaki di All New Toyota Veloz sangat melimpah. Selama duduk di baris kedua, hampir semua yang kami butuhkan sebagai standar sebuah MPV sudah tersedia. Kantong di bangku baris kedua ada banyak, cup holder juga melimpah, colokan USB ada 2, serta AC baris kedua yang bisa dikontrol dengan mudah. Mungkin banyak yang akan menyoroti bentuk double blower All New Toyota Veloz yang mirip blower angin di Calya, namun yang penting menurut kami adalah fungsinya. Ngomong – ngomong fungsi, kami agak menyoroti hadirnya layar di baris kedua yang kami rasa agak kurang berguna, kecuali kalian memang ingin menonton video selama perjalanan. Selain itu, armrest di baris kedua memang sangat nyaman, namun akan lebih baik bila kemiringannya bisa disesuaikan.
Salah satu hal lain yang kami apresiasi saat menjadi penumpang adalah seatbelt reminder yang akan menyala saat kita belum menggunakannya, dan akan bunyi saat kita melepas selama mobil berjalan. Selain itu, di tipe tertinggi yang kami gunakan, Toyota telah membekali mobil ini dengan airbags yang lengkap hingga side dan curtain airbag. Duduk di baris ketiga, kami pun bisa memaksimalkan akomodasi berkat sofa mode yang dimilikinya. Mode ini menggabungkan baris kedua dan ketiga menjadi satu sehingga kaki bisa selonjoran ke depan, namun disaat yang bersamaan masih bisa menggunakan seatbelt. Oiya, untuk urusan bantingan, All New Toyota Veloz memiliki bantingan yang empuk, walaupun belum seempuk rivalnya yang juga baru saja facelift. Hanya saja, bantingan di All New Toyota Veloz sudah jauh meningkat dibandingkan sebelumnya. Body roll saat berbelok juga masih bisa diterima dengan wajar. Hanya saja, saat melewati jalan tol yang banyak sambungan dengan kecepatan tinggi, suspensinya agak sedikit mengayun.
Veloz Kini Naik Kelas
Overall, ubahan di All New Toyota Veloz membuat mobil ini jadi jauh berubah dibandingkan versi terdahulu. Toyota nampak ingin menaikkan kelas dari Veloz sehingga ada 1 tingkat di atas Avanza. Penggunaan material softtouch (walau tak banyak), ambient light, wireless charging, android auto, dan juga panel instrumen digital sukses membuat mobil ini nampak wah. Selain itu, fitur TSS yang disematkan juga bisa bekerja secara efektif, khususnya di kota besar maupun di jalanan bebas hambatan. Ruangnya bertambah lega, dan disetirnya jauh terasa mobil dibandingkan yang lama. Untuk konsumsi BBM, All New Toyota Veloz juga mencatatkan angka 9,8 km/liter saat kami menghitung di Makassar – Bulukumba Pulang pergi, dan 1:12 selama berkendara di Bali (Denpasar – Kintamani – Ubud – Denpasar). Tentunya angka tersebut masih bisa berubah sesuai dengan gaya berkendara dan jumlah muatan. Hanya saja, nampaknya ketangguhan ala Veloz lama yang akan menghilang di versi terbaru ini. Biarkan waktu yang menjawab. Bagaimana menurut kalian?
AutonetMagz.com – Sebelumnya, kami sudah membahas bagaimana impresi berkendara All New Toyota Veloz yang mana sejatinya sudah sangat berubah kalau dibandingkan dengan versi terdahulu. All New Toyota Veloz jadi jauh lebih nyaman, lebih lega, dan juga lebih asyik dikendarai daripada model terdahulu yang rasanya hanya sekedar mobil ‘pengangkut orang’ semata. Lantas, bagaimana dengan All New Toyota Avanza? Apakah impresi berkendaranya sama saja? Kalau kalian menganggap impresinya sama saja, maka kami pun sama. Tapi, ternyata ada perbedaan yang cukup terasa saat kami mengendarai All New Toyota Avanza. Apa bedanya? Mari kita kupas lebih dalam.
Avanza Lebih Enteng, Asyique Diajak Manuver
Awalnya, kami berpikir bahwa impresi berkendara All New Toyota Avanza dan Veloz akan sama saja, toh basisnya sama. Namun ternyata kami harus menjilat ludah sendiri karena nyatanya ada perbedaan yang sangat terasa di impresi berkendara maupun kenyamanannya. Saat kami berada di balik kemudi All New Toyota Avanza, kami merasakan mobil ini jadi jauh lebih mudah untuk diajak bermanuver. Kalau dibandingkan All New Toyota Veloz, sosok All New Toyota Avanza memang jadi jauh lebih ringan. Dengan setup suspensi yang sama, dan mesin serupa, alhasil All New Toyota Avanza jadi jauh lebih lincah. Setir mobil ini memang tergolong ringan, dan pedal gasnya pun khas mobil jaman now yang suka lompat saat diinjak sedikit. Namun, overall mobil ini bisa diajak selap selip dengan mudah, walaupun masih belum mendekati kelincahan sebuah Honda Mobilio. Dengan karakter tersebut, bagaimana rasa bantingannya? Apakah sama dengan All New Toyota Veloz?
Jujurly, rasa bantingannya juga berbeda. Dengan setup suspensi yang sama dan beban yang jauh lebih ringan, bantingan di All New Toyota Avanza malah terasa lebih kaku dibandingkan Veloz. Bagian ini juga yang berimbas pada sisi fun to drive-nya. Bisa jadi, kalau All New Toyota Avanza diberi beban penuh, maka bantingannya akan mirip dengan Veloz dengan beban normal. Dengan kondisi ini saja, kita sudah bisa merasakan rasa berkendara yang berbeda antara All New Toyota Avanza dan Veloz, dan dalam hal ini, Toyota sukses memberikan diferensiasi diantara keduanya, selain dalam hal fitur dan kelengkapan semata. Kami pun jauh lebih menikmati berkendara di balik kemudi All New Toyota Avanza dibandingkan sang kakak. Hanya saja, fitur yang ditawarkan di All New Toyota Avanza tipe 1.5 G CVT yang kami kendarai tergolong standar saja. Tak ada fitur yang wow seperti di Toyota Veloz, kecuali kalian mengambil varian G CVT TSS yang lebih mahal. Oiya, selain TSS dan sejumlah fitur lain, wajah depan dan belakang di All New Toyota Avanza juga sedikit berbeda dibandingkan sang kakak.
Sofa Mode Masih Ada, Bantingan Avanza Lebih Kaku
Pindah ke baris kedua dan ketiga, lagi – lagi kami tidak ada issue masalah kelegaan dan akomodasi di mobil ini. Nampaknya, kali ini Toyota memang mendengar apa jeritan hati netijen di Indonesia. Baris keduanya sama leganya dengan Toyota Veloz, plus kantong dan cup holder juga melimpah ruah. Memang ada sejumlah downgrade dibandingkan sang kakak, namun setidaknya AC double blower ala Calya masih ada. Oiya, satu hal menarik lainnya, sofa mode juga masih ada di mobil ini. Kami pun sempat mencoba sofa mode ini di kawasan Ubud, Bali. Selama kalian tidak perlu membawa barang bawaan yang banyak, maka sofa mode bisa kalian maksimalkan untuk menambah kenyamanan selama menjadi penumpang di jalan. Hanya saja, jangan lupa untuk tetap menggunakan seatbelt tiga titik di bangku baris ketiga.
Untuk urusan kekedapan kabin, sebenarnya All New Toyota Avanza sudah lebih baik dibandingkan pendahulunya. Hanya saja suara mesin yang masuk ke kabin masih cukup terasa. Nampaknya, menambah peredam di area firewall bisa menjadi solusi yang pas di kemudian hari. Sisanya nampaknya tidak ada issue yang signifikan kalau dibandingkan dengan Veloz. Mobil ini masih tetap nyaman untuk diisi 6 hingga 7 orang, dan masih ada sisa bagasi walaupun hanya sedikit. Ruang kaki dan ruang kepala nampaknya menjadi prioritas Toyota dibandingkan memberi ruang bagasi yang lebih. Selain itu, kursi di All New Toyota Avanza juga masih cukup tebal kalau kita bandingkan dengan rivalnya dari Honda, walaupun masih belum setebal Suzuki maupun Mitsubishi. Oiya, khusus di All New Toyota Avanza masih ada opsi mesin 1.300cc di tipe E M/T. Kami cukup penasaran bagaimana peforma mobil ini dengan opsi 3 pedal. Semoga ada kesempatan lain untuk mencobanya.
Masih Avanza, Dengan Rasa Berbeda
Overall, All New Toyota Avanza hadir dengan format baru dan rasa berkendara yang memang sepenuhnya berbeda. Jikalau dibandingkan Veloz yang berorientasi pada kenyamanan dan fitur, kini All New Toyota Avanza memiliki impresi berkendara yang berbeda. All New Toyota Avanza jadi agile, lincah, dengan bantingan yang sedikit kaku. Mengendarai All New Toyota Avanza makin mirip dengan mengendarai Toyota Raize, hanya saja lebih kaku dan lebih panjang serta tanpa sensasi ciyus ciyus khas mesin Turbo. Nampaknya, impresi yang diberikan All New Toyota Avanza akan positif untuk digunakan sebagai mobil perkotaan, terutama di kota besar yang butuh mobil lincah. Peforma menanjaknya juga masih bisa diandalkan berkat transmisi D-CVT yang dibekali planetary gear. Namun, untuk tanjakan terjal dan curam, kalian perlu mempertimbangkan bobot dan juga harus menguasai medan. Diluar itu, All New Toyota Avanza adalah opsi LMPV yang menarik dengan mesin yang terbilang irit dan ruang yang lega.
AutonetMagz.com – Kami sempat mencoba Can-Am Ryker 900 2021 selama empat hari untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang Baim Wong, eh, merasakan bagaimana rasanya motor dengan tiga roda ini. Setelah sebelumnya kami sempat membawa Ryker 900 sunday morning ride ke kawasan Gunung Pancar, Sentul, Bogor, kini waktunya menjajal salah satu kendaraan karya Bombardier Recreational Product (BRP) di dalam kota. Bagaimana soal desain serta spesifikasinya? Berikut ulasan kami.
Ternyata Ryker Tidak Sebesar Yang Dikira, Namun…
Soal desainnya jujur saja, dibandingkan dengan sang kakak yaitu Can-Am Spyder series, Ryker ini bertampang jauh lebih gahar. Hal ini didasari oleh ‘moncong’ depan yang tidak terlalu panjang sehingga terlihat proporsional dengan dimensi Ryker yang berukuran 2.352 x 1.522 x 1.060 mm (P x L x T). Memang sebenarnya Can Am Ryker tidak terlalu panjang, namun karena trike ini berkonfigurasi reverse atau tadpole yang roda dua-nya ada di depan, maka secara lebar memang tetap mengintimidasi terutama saat digunakan dalam keadaan macet.
Dari rupa yang gahar pada bagian depan, tersemat lampu dekat LED proyektor yang mencuat dari samping kiri kanan lampu jauhnya yang masih halogen. Bentuk lampu yang tegas dan galak tersebut turut didukung oleh spatbor dua roda di depan yang dilengkapi lampu DRL sekaligus sein yang semuanya sudah LED. Terlebih kaki-kaki double wishbone lengkap dengan dua shock coilover sebagai standar turut menambah kesan kekar dari Ryker ini. Jadi tidak hanya lebarnya saja yang mengintimidasi, namun juga fascia depan. Namun bagaimana dengan bagian samping dan belakang dari Ryker?
Tampang Gahar, Tapi Mesin-nya?
Pada bagian samping, tentu yang paling mencolok adalah bagian kaki-kaki. Ban Kenda dengan profil 145/60 terpasang di depan sementara belakangnya 205/45. Ketiga ban tersebut dipasangkan dengan velg 5-spoke carbon black dengan ukuran 16-inci. Terlihat juga suspensi coilover mono shock belakang yang bisa diatur setting pre-load serta knalpot under belly yang mengeluarkan suara gahar namun tetap sopan di telinga. Tak lupa menyebut jok waterproofsingle seat-nya, cocok untuk kalian para jomblo yang menangis di tengah hujan karena tidak ada yang membonceng.
Adapun pada bagian belakang, kesan sebuah motor masih terasa kuat di Can-Am Ryker ini walau tentu profil ban belakang yang mirip city car langsung menepis kesan tersebut. Berbeda pada bagian depan, perlampuan belakang sudah full LED lengkap hingga lampu sein. Terlihat juga hadirnya kopel gardan pada roda belakang yang menghantarkan tenaga dari mesin 3-inline Rotax 900cc ACE dengan output 82 hp dan torsi hingga 79,1 Nm. Bertransmisi CVT, tenaga yang dikeluarkan tentu sudah bengis mengingat bobot kering trike ini hanya 280 kg.
Kesimpulannya secara visual dan data di atas kertas, trike ini benar-benar bengis secara luar dan dalam. Bahkan ke-bengis-an tersebut dapat kita kustomisasi sendiri baik lewat sektor kaki-kaki, posisi riding, hingga 19 pilihan warna bodi yang terbagi menjadi tiga seri yaitu classic, epic, dan exclusive. Dibanderol mulai Rp 470 – 520 juta On the Road, bagaimana impresi berkendara kami mengenai Can Am Ryker 900 2021 ini? Nantikan video serta artikel lengkap ulasan kami.
AutonetMagz.com – Sejak diperkenalkan pada bulan September 2021 kemarin, Honda BR-V generasi kedua punya beberapa hal menarik yang membuatnya bisa lebih kuat lagi untuk berkompetisi di kelas Low SUV. Bentuknya kini lebih mirip SUV sungguhan, ground clearance lebih tinggi jadi 220 mm, ruang kabin tetap lega, banyak sekali port untuk mengisi daya gadget dari baris pertama hingga ketiga, dan pastinya fitur keselamatan Honda Sensing yang selain bikin aman, ia juga bisa bikin nyaman.
Untuk membuktikan hal-hal itu, kami mengikuti acara dari PT Honda Prospect Motor untuk mengendarai Honda BR-V 2022 ini. Rute yang ditempuh cukup jauh, yakni dari Jakarta ke Solo melewati tol Cipali. Sungguh rute yang sempurna agar kita bisa menguji seberapa baik sistem Honda Sensing ini, terutama fitur adaptive cruise control dan lane keep assist-nya. Kita juga bisa menguji seberapa halus Honda BR-V baru ini, terutama dibandingkan generasi sebelumnya.
Adaptive Cruise Control Honda BR-V Halus dan Sigap
Setelah menyalakan mobil dengan remote engine start, kami mulai memuat barang-barang yang banyak di bagasinya yang rata lantai saat jok belakang terlipat. Kabin juga sudah adem karena AC mobil nyala bersamaan dengan mesin saat fitur remote engine start dinyalakan, jadi sudah nyaman saat masuk. Mulai berjalan dari Senayan Park, jumlah Honda BR-V yang berangkat dari Jakarta ke Solo ada 19 mobil.
Sebagian besar perjalanan akan melewati jalan tol, jadi fitur yang akan pertama kali kami coba adalah adaptive cruise control. Tinggal aktifkan cruise control dan pilih kecepatan yang diinginkan, lalu langsung aktifkan fitur social distancing alias jaga jarak dengan mobil depan. Berkat kamera Honda Sensing yang bekerja baik, mobil selalu bisa menjaga jarak aman dengan mobil lain. Mobil depan melambat, kita ikut melambat. Mobil depan ngegas, kita ikut ngegas sendiri.
Prosesi deselerasi dan akselerasi saat adaptive cruise control aktif pun halus. Ia bisa menurunkan kecepatan dengan perlahan, namun saat menaikkan kecepatan ia otomatis berakselerasi dengan putaran mesin di kisaran 3.000 rpm. Bagaimana jika ada mobil yang tiba-tiba “nyempil” di antara kita dan mobil di depan kita? Untungnya, sistem adaptive cruise control Honda tidak kaget atau gelagapan, ia langsung mengurangi kecepatan dan jaga jarak dengan mobil yang memotong antrian.
Bahkan saat hujan pun, ia masih sanggup mendeteksi mobil depan dan tetap menjaga jarak. Beberapa sistem active safety di mobil lain yang pernah kami coba kadang tak sanggup dengan hujan di Indonesia, tapi Honda BR-V masih bisa. Ingat, kalau cuaca buruk, biasanya sistem keselamatan aktif ini belum tentu bekerja dengan baik, jadi tetaplah bertanggung jawab sebagai pengemudi.
Perlu diingat, fitur adaptive cruise control milik Honda BR-V hanya bisa dipakai di atas kecepatan 30 km/jam. Jika mobil melambat hingga di bawah itu, sistem otomatis mati dan pengemudi harus ambil alih. Itu karena ia belum dilengkapi dengan fitur low speed follow seperti Honda CR-V Turbo Prestige, Honda Accord Turbo dan Honda Civic RS. Tidak masalah, sebab adaptive cruise control memang paling berguna di jalan tol, dan belum ada mobil lain sekelasnya yang punya hal ini.
Lane Keep Assist dan Lane Watch Sangat Membantu
Fitur penunjang lainnya adalah lane keep assist. Fitur ini akan membaca marka jalan di atas kecepatan 72 km/jam dan akan mengoreksi arah setir jika kita akan memotong marka jalan tanpa menyalakan sein. Kami sempat mencoba lepas tangan sebentar untuk tahu bagaimana karakteristik koreksinya. Saat mobil mau keluar garis, setir akan berputar dengan gerakan agak patah-patah, tapi saat setir kembali digenggam, baru terasa kalau gerakannya sesuai dengan tugas utamanya.
Sistem lane keep ini tidak mendorong atau memaksa arah setir dengan kekuatan besar, namun kita seolah digiring lagi ke tengah dengan cukup tenaga tanpa membuat kita terasa dikendalikan komputer. Kamera Honda Lane Watch juga memberikan sudut pandang yang lebar saat ingin berpindah ke kiri, bisa mengurangi titik buta. Perlu dicatat, kamera ini hanya untuk sisi kiri mobil, resolusinya pun tidak begitu baik, tapi cukuplah.
Tingkat Kekedapan Membaik, Stabilitas Tetap Juara
Salah satu hal yang Honda banget adalah tingkat peredaman kabin yang jauh dari kata kedap. Hal ini terjadi di mayoritas mobil Honda, mulai dari Honda Brio hingga Honda CR-V Turbo. Untungnya, Honda pelan-pelan berbenah dan mulai menambahkan bahan peredam suara di Honda BR-V baru. Jika generasi sebelumnya terasa berisik di kecepatan tinggi, mobil ini jadi lebih minim suara dan lebih tenang. Beda sekali dengan BR-V sebelumnya.
Kami pernah pakai Honda CR-V Turbo di tahun 2019 melewati jalan tol layang Japek, dan mobil itu sangat berisik. Nah, Honda BR-V baru ini jauh lebih kedap daripada Honda CR-V Turbo. Sungguh gila kala Honda 340 jutaan bisa lebih tenang daripada Honda 500 jutaan lebih. Suara dari kolong tidak mengganggu, suara angin pun minim. Hal yang kurang adalah pada saat hujan sangat deras, banyak bunyi “klontang klontang” dari atap mobil, khususnya dari atas baris ketiga. Ada baiknya jika atapnya bisa dibuat lebih kedap. Mobil ini sudah 340 jutaan lho…
Bagusnya, Honda tidak melupakan jati diri penting Honda di BR-V baru ini. Urusan tarikan mesin, pengendalian dan stabilitas, inilah aspek di mana Honda BR-V baru bersinar cerah. Tarikan mesinnya kini lebih terasa mantap di putaran menengah, tidak perlu susah-susah injak pedal gas sampai rata lantai untuk dapat akselerasi yang memadai. Setirnya pun mantap, terasa berbobot dan tidak mati seperti mobil lain. Mengendarai Honda BR-V ini benar-benar memberikan rasa percaya diri yang lebih kuat.
Berkat wheelbase yang lebih panjang dan wheel track yang melebar, kestabilan Honda BR-V patut diacungi jempol. Kami geber mobil sampai kecepatan di atas rata-rata, mobil tetap terasa napak dan setirnya tidak bergetar kesana-kemari. Sungguh terasa mantap dan menyenangkan, mobil pun selalu nurut dengan pengemudinya, langsung berbelok dengan sigap dan minim body roll. Baik orang yang baru bisa menyetir atau sudah lama menyetir, Honda BR-V bisa memberikan rasa berkendara yang matang dan mengasyikkan.
Karena menggunakan transmisi CVT, putaran mesin saat mobil melaju di 100 km/jam tak sampai 2.000 rpm. Transmisi ini memiliki respon yang baik, tapi karena mesin BR-V yang powerful, akan lebih menyenangkan jika mobil ini punya paddle shift. Konsumsi BBM selama perjalanan Jakarta-Solo berada di kisaran 17 km/liter dengan kondisi mobil yang AC-nya nyala, kecepatan selalu berubah-ubah, berhenti di rest area 3 kali, mobil diisi 3 orang dan bagasi penuh.
Kesimpulan Singkat Test Drive Honda BR-V
Meski hanya melewati rute tol saja, ada beberapa hal yang bisa kami tarik mengenai Honda BR-V saat ini. Honda pelan-pelan mulai berbenah dan tidak membiarkan mobilnya jadi yang paling buruk di atas kertas. Kini kelengkapan standar Honda BR-V sudah baik, terutama berkat adanya sistem Honda Sensing yang bukan sekedar gimmick di atas brosur belaka. Sistem ini halus, bekerja dengan baik dan tidak menggurui supirnya. Komputer memang sebaiknya tidak mengontrol manusia.
Kehadiran sistem adaptive cruise control dan lane keep assist meningkatkan potensi Honda BR-V jadi mobil yang enak buat road trip. Peredaman kabinnya juga sudah membaik dari generasi sebelumnya, meski kami akan lebih bersyukur jika atapnya juga lebih kedap saat hujan deras. Kestabilan dan pengendalian Honda BR-V tidak perlu diragukan, ia tetap yang terasa paling mantap jika kita ingin mencari kenikmatan berkendara. Apa opinimu? Sampaikan di kolom komentar!
AutonetMagz.com – Akhirnya kami berkesempatan untuk menjajal motor sport fairing terbaru keluaran Yamaha yaitu R15 M v4 2022 pada Jum’at (14/01) hingga Senin (24/01) lalu. Kami membawa Yamaha R15 M ini ke dalam berbagai kondisi jalan selama lebih dari satu minggu, mulai dari kemacetan khas jam sibuk Ibu Kota hingga melewati jalanan rusak pinggiran kota. Kami menemukan beberapa hal yang menarik saat menjajal R15M 2022, jadi inilah impresi kami terhadap sang baby Yamaha R7.
Yamaha R15M Nyaman Tembus Kemacetan?
Perihal desain, fitur, serta spesifikasi sudah kami paparkan sebelumnya dalam artikel perilisan Yamaha R15 dan R15 M 2022 yang lalu, jadi saat ini kami lebih fokus terhadap impresi berkendaranya.
Pertama soal posisi riding, yang walaupun membungkuk khas sport fairing berkat stang under yoke yang sejajar dengan tinggi jok, namun tetap nyaman untuk harian. Hal tersebut turut didukung oleh jok yang tebalnya suportif. Saat dikendarai, R15 M terbaru juga memiliki peredaman suspensi yang cukup baik.
Suspensinya terbukti saat melewati speed bump maupun jalanan yang kurang rata, tidak membuat bodi motor terlalu menghantam badan pengendara. Terlebih untuk kelas 150cc, R15M yang memiliki berat isi 140 kg terasa lebih stabil dan berbobot. Efeknya pada kecepatan tinggi hingga 140 km/h pun, R15 M v4 sama sekali tidak terasa melayang. Namun apakah ini mempengaruhi keringkasan manuvernya?
Terbukti saat kami melewati kemacetan rush hour, R15 terbaru masih lugas menembus rongga sempit antara mobil, motor, dan bus.
Karakter Mesin Justru Lembut Di Awal, Tapi Atasnya…
Soal mesin 155cc VVA SOHC liquid cooled-nya ternyata pada putaran bawah justru tenaga yang dikeluarkan tidak terasa ‘meledak-ledak’. Cukup logis memang jika mengingat output R15 M v4 ini sebesar 14,2 kW (@10.000 rpm) serta torsi 14,7 Nm (@8.500 rpm). Tetapi ketika takometer menunjukan putaran mesin di atas 5.000 rpm, kick-in barulah terasa untuk siap salip menyalip kendaraan lainnya. Soal tenaga Yamaha R15 M ini cocok untuk yang weekdays-nya kerja, weekend-nya track day.
Terlebih hadirnya fitur assist & slipper clutch serta quick shift membuat perpindahan gigi menjadi lebih lancar serta halus untuk penggunaan dalam kota. Namun catatan untuk Yamaha, pada saat kecepatan rendah quick shifter yang sudah aktif pada 2.000 rpm masih terasa kasar perpindahan giginya. Barulah saat kecepatan dan putaran mesin tinggi, kerja quick shifter lebih terasa halus. Overall secara mesin Yamaha R15 terbaru memiliki karakter yang kalem namun siap untuk buas jika pengendara menginginkan hal tersebut.
Adanya fitur dual channel anti-lock brake system (ABS) serta traction control system (TCS) juga turut menyumbang rasa keamanan saat mengendarai Yamaha R15M ini. Walau dalam pengetesan kali ini kami belum sampai menemukan kondisi di mana fitur TCS ‘aktif’ dan sayangnya fitur ABS tidak bisa dimatikan oleh pengendara.
Jadi dengan kisaran harga Rp 38,9 Juta (OTR Jakarta) untuk Yamaha R15 Connected dan Rp 43,5 – 44,1 Juta (OTR Jakarta) untuk Yamaha R15M Connected, kesimpulan kami motor ini masih cocok untuk menjadi partner perjalanan bergaya sporty anda untuk kegiatan sehari-hari, terlebih bagi rider yang berusia muda atau yang masih ingin terlihat muda.
Agar lebih jelas, kami sudah membuat hasil test ride Yamaha R15M ini dalam video yang bisa ditonton di bagian atas artikel ini.
AutonetMagz.com – Akhir pekan kemarin, tim AutonetMagz mendapatkan kesempatan untuk mencoba All New Yamaha R15M dari Yamaha Jatim. Nah, dalam kesempatan ini, pihak Surya Timur Sakti Jatim (STSJ) selaku authorized main dealer Yamaha di Jawa Timur mengajak kami untuk riding bersama dari Surabaya ke Pasuruan dan menempuh jarak sekitar 124 kilometer. Lantas, apakah cocok motor bergaya sport fairing yang cenderung ‘nunduk‘ seperti motor ini digunakan touring lebih dari 100 kilometer? Yuk kita bahas lebih lanjut.
Sebelum membahas impresi berkendara motor ini, ada baiknya saya bahas singkat beberapa ubahan yang diberikan Yamaha pada All New Yamaha R15M. Motor ini sekilas tak terlalu berubah jikalau dibandingkan Yamaha R15 v3, padahal ada beberapa detail penting yang ditanamkan Yamaha di motor ini. Tak seperti rivalnya yang hanya menawarkan gimmick dan main aman dengan memberi wajah yang mirip dengan sang kakak, All New Yamaha R15M tampil dengan tampilan yang lebih berani. Motor ini menggunakan lampu utama LED Proyektor di sisi tengah, ditemani dua buah LED DRL di sisi kanan dan kirinya. Membuat motor ini sekilas mirip dengan Yamaha R7.
Poin lain yang menarik adalah keberanian Yamaha membawa fitur – fitur yang baru di kelasnya. Sebut saja quickshifter yang sebelumnya hanya kita temukan di segmen sport fairing 250cc. Selain itu, Yamaha juga membedakan desain panel instrumen serta triple clamp All New Yamaha R15M dengan R15 biasa. Ini menambah kesan ‘spesial’ dari Yamaha R15M. Hal lain yang juga penting kami mention adalah ergonomi motor ini yang kini lebih rileks dan bisa dinikmati lebih banuak orang. Walaupun sebenarnya kalau kita perhatikan, desain buritan motor ini sekilas tidak menunjukkan bahwa motor ini lebih rileks ergonominya dibandingkan pendahulunya. Oke, cukup dengan poin – poin menarik dari motor ini, kita mulai saja impresi riding-nya.
Kami memulai perjalanan dari YamahaLand Surabaya dan bergerak ke Tugu Pahlawan untuk sesi pemotretan bersama. Di momen ini, tubuh saya masih beradaptasi dengan ergonomi berkendara ala sport fairing. Wajar saja, karena terakhir kali saya mencoba motor sport fairing adalah Kawasaki ZX-25R yang somehow lebih rileks dari motor ini. Tak ada masalah saat kami berkendara di dalam kota, hanya saja kecepatan rendah dan kemacetan jelas bukan kawan yang baik untuk All New Yamaha R15M. Satu hal yang kami syukuri, motor ini memiliki respon mesin yang sigap walaupun tangan ini gatal ingin memuntir gas lebih dalam.
Kami pun bergerak keluar kota dan bergeser ke Sidoarjo. Bagi publik Jatim, kalian pasti paham bahwa kawasan Aloha dan Gedangan Sidoarjo adalah jalan yang super sibuk. Disini kami merasakan harus filtering menggunakan All New Yamaha R15M. Walau tidak sepatah menggunakan motor naked apalagi matik, namun motor ini masih bisa bermanuver dengan baik di padatnya lalu lintas. Assist & Slipper Clutch (ASC) membuat kopling motor ini terasa ringan di kemacetan. Oiya, panas mesin juga masih terbilang wajar dan tidak mengganggu, lebih mengganggu panasnya omongan tetangga cuaca di Surabaya dan Sidoarjo kala itu.
Selepas dari Sidoarjo ke Porong, kami mendapatkan kesempatan untuk menggeber All New Yamaha R15M sepuas kami. Yap, jalanan yang cenderung lurus menjadi lahan bermain kami, dan saya pun mencoba membetot gas motor ini. Sayangnya, waktu itu lalu lintas cukup padat, sehingga angka tertinggi hanya kami dapat di 120-an km/jam saja. Namun, di kesempatan ini saya merasakan beberapa hal yang penting di All New Yamaha R15M. Quickshifter motor ini terbilang halus, terutama di putaran mesin tinggi dan gigi yang tinggi pula. Selain itu, ASC juga berguna saat saya harus downshift dengan cepat untuk mengejar akselerasi ataupun ada halangan di depan motor.
Fitur ini memang cukup berbekas bagi saya sejak menggunakan Yamaha XSR 155 beberapa waktu lalu. Selain itu, satu hal yang menarik perhatian kami ada pada suspensi motor ini. Suspensinya terbilang cukup empuk untuk sebuah motor sport fairing. Alhasil, kami tidak terlalu merasakan ‘siksaan’ jalan antar kota yang biasanya memiliki aspal yang ‘keriting’. Pertanyaan pamungkasnya, “apakah mengendarain All New Yamaha R15M untuk Touring terasa pegal?” Jawabannya, Iya, untuk mereka yang belum terbiasa menggunakan motor sport fairing.
Namun, jawaban akan berubah menjadi tidak jikalau kami bertanya pada komunitas pengguna Yamaha R15 v3. Revisi ergonomi membuat mereka ‘galau’ dan ingin berpindah ke All New Yamaha R15 maupun R15M. Jadi, semua tergantung pada kondisi kalian. Jadi, bagaimana menurut kalian? Sudah ada yang beli All New Yamaha R15M??